Makassar (ANTARA News) - Timbalan (wakil) Perdana Menteri Malaysia, Dato Sri Moh Najib bin Tun Abdul Razak mengakui bahwa penanganan kasus-kasus TKI (Tenaga Kerja Indonesia), terutama terhadap para majikan yang melakuan penganiayaan terhadap TKI berjalan kurang lancar. "Proses penghakiman berjalan kurang lancar sehingga ada kesan seolah-olah Pemerintah Malaysia melindungi warganya (majikan TKI) yang telah berbuat aniaya terhadap TKI," kata Dato Najib dalam Seminar Refleksi 50 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Malaysia di Makassar, Senin malam. Sebab itu, lanjutnya, dia berjanji akan mendesak pihak pengadilan Malaysia untuk menuntaskan kasus-kasus yang dialami TKI yang mendapat perlakuan zalim dari majikannya. Menurut Dato Nadjib, persoalan TKI ini perlu ditangani secara baik karena diakui TKI banyak memberikan konstribusi kepada Pemerintah Malaysia. "Kalau tidak ada TKI, publik industri di Malaysia tidak akan berfungsi pengeluarannya karena kekurangan tenaga kerja. Kalau tidak ada pembantu, orang-orang di Malaysia akan sulit mengurus rumah tangganya karena pada umumnya, suami isteri sibuk bekerja," tuturnya. Sebab itu, dia meminta agar para majikan di Malaysia harus menjaga pekerja Indonesia secara adil dan tidak berbuat tindakan sewenang-wenang terhadap TKI. "Kita tidak boleh lakukan kesalahan seperti ini. Kalau majikan salah, kita hukum demikian juga kalau TKI salah dihukum," ujar pria keturunan Bugis-Makassar ini. Dato Najib juga meminta agar TKI tidak melakukan cara-cara yang tidak diizinkan seperti masuk ke Malaysia tanpa dokumen yang resmi. "Setiap masalah yang terjadi di antara kita berdua, perlu diselesaikan melalui ujung lidah (perundingan)," pintanya dengan mengutip falsafah Bugis-Makassar. Pasalnya, hubungan Malaysia-Indonesia ini ibarat satu anggota keluarga yang sangat dekat baik dilihat dari aspek budaya, agama maupun akidahnya. Bila dilihat dari sejarah, tidak dapat dipungkiri bahwa Malaysia dan Indonesia memiliki hubungan yang istimewa. Sebab itu, katanya, bila terjadi riak-riak antara kedua negara ini, implikasinya sangat sensitif dibanding bila riak-riak kecil terjadi dengan negara-negara lain. Hal tersebut diakibatkan karena Indonesia dan Malaysia merupakan satu anggota keluarga dekat. Dato Najib juga berharap agar dalam hubungan Indonesia-Malaysia ini tidak ada yang namanya penandatanganan kerjasama. "Hubungan Indonesia-Malaysia tidak boleh teken kontrak kerjasama. Dengan cara seperti ini, percayalah, hubungan antara kedua negara ini akan lebih terfokus. Ini hasrat pimpinan Malaysia dan RI. Saya punya hubungan yang baik dengan Wapres JK karena asal-usul kami berdua, tanah leluhur kami sama ditambah lagi isteri kami, sama-sama berasal dari Minang," jelasnya. Dia juga mengajak agar pemerintah Indonesia tidak perlu memikirkan hubungan kerjasama dengan menandatangani suatu kesepakatan (MoU) tetapi mencari jalan lain bagaimana mempertautkan hubungan antara kedua negara ini agar lebih kokoh dengan cara mencari celah kerjasama seperti melihat bidang-bidang atau sektor-sektor yang penting dan strategis, misalnya di bidang ekonomi. Dato Najib mengatakan, di Malaysia, ada orang Indonesia yang membeli telekomunikasi Indonesia dan hasilnya dia sudah bisa membangun dua hotel di Indonesia. Ia juga berharap agar pengusaha Malaysia tidak membuka ratusan lahan kelapa sawit di Indonesia tapi memberikan kesempatan kepada sejumlah pengusaha Indonesia untuk menanamkan modalnya sehingga tidak ada kesan bahwa Malaysia memonopoli suatu bisnis. Hubungan Indonesia-Malaysia juga bisa dijalin melalui kesepakatan kelapa sawit (palm oil) bahwa tidak ada yang bisa menguasai bisnis tersebut selain Malaysia dan Indonesia.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007