Wina (ANTARA News) - Pertemuan para pemimpin OPEC, Selasa, memasuki topik pembicaraan yang penting mengenai produksi negara-negara pengekspor minyak karena munculnya pertanda mengenai kemungkinan ditolaknya usulan Arab Saudi untuk meningkatkan produksi. Sementara itu, harga minyak di New York, Senin, ditutup mendekati rekor tertinggi sebesar 78,77 dolar per barel. Kalangan analis mengingatkan bahwa tidak adanya aksi dari OPEC akan mengirim harga minyak sampai di atas 80 dolar per barel. Di Wina, mayoritas menteri menolak tekanan dari negara konsumen untuk meningkatkan pasokan, namun produsen minyak mentah terbesar Arab Saudi mungkin tetap akan mengusahakan kampanye pen9ngkatan produksi sebesar 500.000 barel per hari. Meskipun demikian, munculnya indikasi bahwa beberapa negara anggota OPEC kini mulai melunak untuk meningkatkan produksi. Actring menteri perminyakan Kuwait, Mohammad al-Olaim, Senin, mengatakan, "Kita harus mengambil tanggung jawab sebagai negara produsen." Kita harus memperhatikan mereka (konsumen), seperti mereka memperhatikan kita," katanya, seperti dikutip AFP. Negara ini sebelumnya menjadi salah satu anggota OPEC yang menolak peningkatan produksi dengan alasan bahwa pasar memperoleh pasokan yang memadai. Harga minyak yang tinggi menjadi penghambat perekonomian dunia setelah guncangan pasar keuangan dan krisis di pasar perumahan "subprime" di AS. Arab Saudi khawatir bahwa tingginya harga minyak dapat menggeret pertumbuhan ekonomi ke bawah, yang berakibat turunnya permintaan minyak mentah dunia dalam jangka panjang. Harga minyak, Senin, melonjak tinggi di New York dan London, dengan harga di New York mencapai 77,49 dolar dan di London di atas 75 dolar. Menteri perminyakan Aljazair, Chakib Khelil, juga membuka pintu bagi kemungkinan peningkatan produksi, mengingat bahaya terganggunya pasokan menjelang puncak permintaan karena musim dingin di belahan utara. "Saat ini, tidak ada masalah antara pasokan dan permintaan. Namun, kita mungkin akan menghadapi persoalan beberapa bulan mendatang." Indonesia dan Irak juga menyetujui perlunya diambil tindakan untuk menurunkan harga, namun perlawanan muncul dari Iran dan Venezuela. Khelil mengatakan OPEC masih belum menemukan kesepakatan. Sementara itu, Lembaga Energi Internasional (IEA) yang menjadi kaki tangan dari negara-negara kaya konsumen minyak mengingatkan kembali mengenai terganggunya pasokan dalam beberapa bulan mendatang. "Pasar saat ini sangat ketat." kata pimpinan baru IEA, Nobua Tanaka, di Berlin.

Copyright © ANTARA 2007