Maka, Indonesia ke depannya dapat menjadi salah satu produsen garam terbesar dan dengan bangga menyatakan bahwa komoditas tersebut tidak pernah terlupakan dalam pencapaian poros maritim dunia.

Jakarta (ANTARA News) - Konsep poros maritim dunia yang selama ini kerap didengungkan oleh pemerintah bertujuan mulia, yang salah satunya adalah membangkitkan kembali kejayaan bahari di bumi Nusantara.

Namun, dari berbagai aspek yang terkait dengan sektor kemaritiman, ada satu komoditas yang kerap terlupakan, yaitu garam.

Padahal, sebagai negara dengan panjang garis pantai terbesar kedua di dunia (setelah Kanada), wajar bila Indonesia berpotensi menjadi salah satu produsen garam terbesar di tingkat global.

Di sejumlah daerah, produksi garam juga dilaporkan telah mengalami kenaikan, seperti di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, produksi garam sampai dengan minggu pertama Oktober 2018 telah mencapai 23.050 ton, atau melampaui target akhir tahun Dinas Perikanan setempat sebesar 22.800 ton.

Kabag Humas dan Protokol Kabupaten Lamongan, Agus Hendrawan, di Lamongan, Senin (22/10), mengatakan produksi yang melebihi target tersebut lebih disebabkan musim kemarau yang cukup panjang di wilayah setempat.

Selain itu, pemanfaatan teknologi rumah prisma cukup berpengaruh terhadap produksi garam, karena dengan penerapan rumah prisma untuk produksi garam, petani bisa panen garam sepanjang tahun, tanpa terganggu hujan.

Selain bisa terus berproduksi meski hujan, garam yang dihasilkan bisa lebih banyak, dengan kualitas lebih bagus, putih dan bersih karena tidak bercampur tanah.

Untuk itu, Dinas Perikanan Kabupaten Lamongan juga akan memberikan bantuan sarana berupa rumah prisma, selain bantuan rutin yang diberikan seperti geoisolator, bungker air, pembinaan teknis, serta pembangunan jalan usaha tani menuju lahan garam.

Namun, diakui pula bahwa produksi garam Lamongan pernah mencapai 38.804 ton dari areal seluas 213 hektare di tahun 2015, dan saat ini areal produksi garam mengalami penyusutan menjadi tinggal 206 hektare karena dialihfungsikan menjadi tambak ikan.

Sementara itu, produksi garam di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, melimpah akibat musim kemarau panjang pada tahun 2018, sehingga hal tersebut disyukuri oleh petani garam di wilayah setempat.

Suparyono, seorang petani garam di Desa Kalibuntu, Probolinggo, menyatakan bahwa produksi garam melimpah karena masa panen di musim kemarau lebih singkat karena biasanya panen setiap 7-10 hari sekali, namun sekarang 3-5 hari saja sudah bisa panen dengan cuaca panas yang cukup terik.

Menurut dia, harga jual garam di Probolinggo masih stabil yakni Rp1.100 per kilogram, meskipun dicemaskan bahwa memasuki panen raya, seperti pada musim-musim sebelumnya, harga jual bisa anjlok hingga menjadi Rp300 per kilogram saat panen raya.

Ia mengatakan petani garam senang dengan musim kemarau yang cukup panjang pada tahun 2018, sehingga sebagian petani menyimpan garamnya di gudang untuk persiapan musim hujan nanti.

Suparyono mengatakan biasanya harga jual garam akan mahal pada saat musim hujan karena produksi garam berkurang, sehingga hal itu menjadi kesempatan bagi petani menjual garam yang disimpan di gudang.

Sebagaimana diketahui, pemerintah Kabupaten Probolinggo menargetkan produksi garam tahun 2018 sebanyak 20.000 ton dan jumlah tersebut meningkat dibandingkan target tahun 2017 sebanyak 15.000 ton.

Sedangkan tiga kecamatan di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, pada musim produksi tahun ini hingga pekan kedua Oktober 2018 ini dilaporkan juga telah menghasilkan 95.939,25 ton garam.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan setempat Nurul Widiastutik menuturkan, meski jumlah tersebut relatif besar, tetapi dibanding tiga tahun lalu, jumlah produksi garam di Pamekasan kali ini lebih sedikit.

Hal tersebut karena berdasarkan data di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemkab Pamekasan pada 2015 produksi garam mencapai 199.356 ton.

Tingkatkan produktivitas

Pengamat sektor kelautan dan perikanan Moh. Abdi Suhufan menyatakan pemerintah perlu melakukan langkah yang sistematis meningkatkan produktivitas tambak garam yang dihasilkan oleh para petani di berbagai daerah.

Abdi Suhufan juga menilai hingga saat ini, upaya meningkatkan produksi garam di berbagai daerah dinilai belum dilakukan secara serius.

Menurut dia, setelah anjloknya produksi pada tahun 2016 yang hanya 150.000 ton atau 4,1 persen dari target produksi 3,6 juta ton, tindakan pemerintah untuk tingkatkan produksi garam belum kelihatan secara nyata.

Abdi yang menjabat sebagai Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia itu berpendapat bahwa dalam empat tahun ini, produksi garam tidak pernah mencapai target yang ditetapkan sendiri oleh pemerintah.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menginginkan masyarakat di berbagai daerah dapat menggunakan garam lokal karena memiliki banyak keuntungan dan kualitasnya juga tidak kalah dengan berbagai produk impor.

Menurut Susi Pudjiastuti dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (17/10), bila semakin banyak warga yang membeli garam yang dihasilkan di dalam negeri maka juga akan membantu negara yaitu dengan mengurangi defisit neraca perdagangan karena mengurangi impor.

Selain itu, ujar dia, dengan membeli produk garam lokal juga akan membantu petambak atau petani garam di berbagai daerah, serta hasil garam juga bisa digunakan antara lain untuk membuat tubuh sehat dan segar.

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menyebutkan bahwa Indonesia telah mencapai swasembada garam konsumsi dan akan terus berupaya mendorong pengembangan garam industri nasional.

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Kemaritiman Agung Kuswandono di Jakarta, Kamis (20/9), menuturkan bahwa pemerintah memang telah menargetkan swasembada garam sudah bisa dicapai pada 2019.

Sejumlah upaya termasuk melakukan ekstensifikasi lahan garam juga terus dilakukan meski belum juga rampung hingga saat ini.

Sayangnya, Agung mengakui masih ada sejumlah kendala perluasan lahan garam termasuk masalah hak guna lahan yang belum selesai.

Belum lagi standar kandungan natrium klorida (NaCl) dalam garam konsumsi yang harus berada di kisaran 95-97 persen.

Ia mengungkapkan bahwa kadar garam rakyat di dalam negeri yang paling tinggi baru sekitar 94 persen, sehingga pihaknya juga berencana membangun pabrik pengolahan garam sebagai target selanjutnya.

Agung juga akan memfasilitasi investor yang akan membangun industri garam sekaligus pabrik pengolahannya.

Dengan peningkatan, baik dari aspek kuantitas maupun segi kualitas dalam produksi garam, maka Indonesia ke depannya dapat menjadi salah satu produsen garam terbesar dan dengan bangga menyatakan bahwa komoditas tersebut tidak pernah terlupakan dalam pencapaian poros maritim dunia.*


Baca juga: Menteri Susi ajak masyarakat beli garam lokal

Baca juga: KPK diminta usut izin industri garam di NTT

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018