Pekanbaru (ANTARA News) - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru membatalkan penetapan status tersangka dugaan tindak pidana korupsi pipa transmisi PDAM atas nama Harris Anggara alias Liong Tjai setelah yang bersangkutan memenangkan gugatan praperadilan.

"Hakim memerintahkan Polda Riau selaku termohon mencabut status tersangka pemohon," kata Humas Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Martin Ginting di Pekanbaru, Selasa.

Martin menjelaskan Harris yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka namun tak kunjung memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik hingga akhirnya ditetapkan sebagai buron oleh Polda Riau itu mengajukan gugatan praperadilan baru-baru ini.

Dalam putusannya pekan lalu, hakim tunggal Mangapul menyatakan penetapan tersangka Direktur Utama PT Cipta Karya Bangun Nusa (CKBN) yang dilakukan oleh penyidik Polda Riau tersebut tidak sah sehingga harus dibatalkan.

Namun Martin tidak menyebutan pertimbangan hakim membatalkan status tersangka tersebut.

Harris alias Liong Tjai sendiri ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pipa transmisi PDAM di Kabupaten Indragiri Hilir.
Selain Harris, penyidik Ditreskrimsus Polda Riau turut menetapkan tiga tersanga lainnya yakni Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja dan Edi Mufti BE selaku PPK dan Syafrizal Taher selaku konsultan pengawas. Ketiganya telah dijebloskan ke sel tahanan Polda Riau terlebih dahulu.

Sementara penanganan perkara Harris seolah mendapat perlakuan sedikit berbeda. Harris yang turut ditetapkan sebagai tersangka justru tak pernah hadir untuk ketika dijadwalkan menjalani pemeriksaan.

Polda Riau sebelumnya menyatakan bahwa Harris ditetapkan ke dalam DPO sejak awal Oktober 2018 lalu namun tak kunjung berhasil ditemukan hingga putusan Prapid ini.

Meski begitu, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Gideon Arif Setiawan menegaskan akan melakukan penyidikan ulang terhadap Harris Anggara.

"Kita lakukan penyidikan ulang dan terbitkan Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) baru," katanya singkat.

Polda Riau terbilang kurang terbuka selama penanganan kasus tersebut. Bahkan, informasi terkait penetapan para tersangka justru terungkap dari surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang dikirim ke Kejaksaan Tinggi Riau.

SPDP tersebut mulai dikirim penyidik kepolisian secara bertahap sejak Juni hingga Agustus 2018. Dari sejumlah SPDP diketahui tidak mencantumkan nama tersangka.

Gidion beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa tidak adanya nama dalam SPDP itu berarti kemungkinan adanya penambahan tersangka baru.

Dalam proses penyidikan perkara ini, sejumlah saksi turut diperiksa oleh penyidik. Termasuk diantaranya wakil Bupati Bengkalis, Muhammad, yang dalam proyek tersebut menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Riau, saat itu.

Dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.

Akibatnya negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900 dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800.
Baca juga: Polda Riau kembali periksa Wakil Bupati Bengkalis
Baca juga: Polda Riau segera melimpahkan berkas penghina Ustadz Abdul Somad
Baca juga: Polda Riau periksa tiga anggota DPRD Rokan Hilir terkait korupsi

Pewarta: Anggi Romadhoni
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018