Depok, Jawa Barat (ANTARA News) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan pemerintah merancang anggaran sedemikian rupa supaya tambahan utang tidak terus naik tiap tahun.
Dalam acara Indonesia Economic Outlook (IEO) 2019 di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin, Suahasil menjelaskan bahwa tambahan utang diturunkan sebagai konsekuensi logis dari suku bunga AS yang diprediksi masih terus naik.
Tambahan utang pemerintah tercatat sebesar Rp1.329,9 triliun dalam tiga tahun (2015-2017), meningkat dari periode 2012 sampai 2014 yang sebesar Rp799,8 triliun.
Pada 2017, tambahan utang pemerintah Rp429,1 triliun. Suahasil mengatakan bahwa mulai 2018, pemerintah dengan sengaja mendesain supaya tambahan utang tidak terus naik.
Tambahan utang pemerintah pada 2018 adalah sebesar Rp387,4 triliun sementara pada 2019 menjadi Rp359,3 triliun.
"Utang adalah implikasi dari pengeluaran yang lebih besar dari penerimaan. Pengeluaran lebih besar karena keperluannya banyak. Tambahan utang salah satunya untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan," kata Suahasil.
Pengelolaan utang paling strategis yang dilakukan pemerintah adalah menjaga defisit APBN setiap tahun tidak boleh lebih dari 3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dan total jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60 persen PDB.
"Indonesia masih konsisten mengikuti, sehingga defisit Indonesia tidak pernah di atas tiga persen per tahun," kata dia.
Menurut catatan Kemenkeu, posisi total utang pemerintah pusat hingga akhir September 2018 mencapai Rp4.416,37 triliun, terdiri dari pinjaman luar negeri Rp816,73 triliun, pinjaman dalam negeri Rp6,38 triliun, surat berharga negara (SBN) berdenominasi rupiah Rp2.537,16 triliun dan SBN berdenominasi valas Rp1.056,10 triliun.
Baca juga: Pengaruh medsos, Menkeu sebut pembahasan utang makin populer di masyarakat
Baca juga: Menkeu: Tambahan utang untuk peningkatan produktivitas
Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2018