Jakarta (ANTARA News) - Ketua Bidang Identifikasi Korban Bencana RS Kepolisian Indonesia dr Soekanto, di Kramat Jati, Komisaris Besar Polisi Lisda Cancer, mengatakan, terapi hiperbarik masih terus dibuka untuk para penyelam walaupun proses evakuasi pesawat Lion Air nomor penerbangan JT 610 telah dihentikan secara terpusat, Sabtu.
“Layanan terapi hiperbarik masih dibuka, tergantung dari rekan-rekan penyelam,” kata dia, di Gedung Sentra Visum dan Medikolegal RS Kepolisian Indonesia dr Soekanto, Senin.
Hingga Senin, ketua tim Identifikasi Korban Bencana itu menjelaskan, sebanyak 38 penyelam telah menjalani terapi hiperbarik di rumah sakit itu.
Dari jumlah itu, 32 di antaranya penyelam Direktorat Polisi Air dan Udara Kepolisian Indonesia, dan enam sisanya relawan.
RS Kepolisian Indonesia dr Soekanto telah membuka layanan hiperbarik ke para penyelam dari unsur TN, polisi, dan relawan tanpa dipungut biaya sejak proses evakuasi dan pencarian pesawat dimulai pada 29 Oktober di Tanjung Pakis, Karawang.
Terapi hiperbarik diberikan ke para penyelam demi mencegah penyakit dekompresi yang mungkin menyerang selama aktivitas di bawah permukaan laut.
Penanggung jawab Instalasi Hiperbarik RS Kepolisian Indonesia dr Soekanto, AKBP dr Karjana, menyebut dekompresi biasanya terjadi jika penyelam turun dan naik ke permukaan secara mendadak.
Kadar nitrogen dalam darah akan berikatan dengan gas dan menyumbat pembuluh darah, dan yang fatal, menyumbat organ dalam.
Jika sudah tersumbat, penyelam dapat mati mendadak.
Karjana melanjutkan, terapi hiperbarik, merupakan prosedur standar yang harus dilalui penyelam, sebelum atau sesudah melakukan kegiatan di bawah permukaan laut.
Prosedur standar itu, menurut dia, telah disepakati oleh dokter spesialis kelautan yang berpusat di RS TNI AL dr Mintohardjo.
Baca juga: 38 penyelam JT 610 jalani terapi hiperbarik
Baca juga: RS Polri sudah periksa 195 kantong jenazah korban JT 610
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018