Jakarta (ANTARA News) - Sidang gugatan perkara dugaan korupsi pada Yayasan Beasiswa Supersemar milik mantan Presiden Soeharto akan digelar pada 24 September 2007, kata Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Efran Basuning, ketika ditemui di ruangannya Senin. Menurut Efran, agenda sidang perdana itu adalah pembacaan gugatan dari pihak penggugat. Selain itu, pihak tergugat juga akan diberi kesempatan memberikan jawaban. Kemudian, pada sidang tersebut akan diberikan kesempatan bagi pihak tergugat untuk menyampaikan gugatan balik. Efran menambahkan juga akan dibuka kesempatan bagi pihak ketiga untuk mengajukan gugatan intervensi dalam perkara itu. Gugatan intervensi bisa diajukan oleh pihak ketiga yang merasa harus dilibatkan sebagai salah satu pihak dalam perkara tersebut. Gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar diajukan terkait dugaan penyelewengan dana pada yayasan itu yang sekaligus diketuai Soeharto. Kejaksaan juga menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun. Menurut Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN), Dachmer Munthe, yayasan itu pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan Supersemar menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15/1976 yang mengatur pengeluaran dana untuk kegiatan sosial khususnya bidang pendidikan, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. Dalam pengajuan gugatan itu, Kejakgung akan menghadirkan 15 hingga 20 saksi untuk memperkuat substansi gugatan. Sebelumnya pada 21 Agustus 2000 Kejaksaan Agung berupaya menyeret mantan Presiden Soeharto menjadi pesakitan dalam perkara pidana dugaan korupsi pada tujuh yayasan termasuk Yayasan Supersemar, namun upaya itu gagal karena Soeharto sakit dan dinyatakan tidak dapat diadili. Pada 11 Mei 2006, Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) HM Soeharto dan mengalihkan upaya pengembalian keuangan negara melalui pengajuan gugatan perdata. (*)

Copyright © ANTARA 2007