Jakarta (ANTARA News) - Mediasi antara Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) dan tim pengacara Soeharto tentang gugatan perdata atas perkara korupsi di Yayasan Beasiswa Supersemar gagal, sehingga kedua pihak akan bertemu dalam persidangan. Ketua Tim JPN, Dachmer Munthe, setelah mediasi formal di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin, mengatakan pihak Soeharto tidak bisa menerima substansi yang ditawarkan kejaksaan. "Materi gugatan, itulah substansi yang kami tawarkan," kata Dachmer. Menurut Dachmer, pihak Soeharto tidak bisa menerima perkara tersebut dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum. "Mereka juga keberatan soal penyerahan aset," kata Dachmer. Sementara itu, salah satu kuasa hukum Soeharto Denny Kailimang juga memilih menyelesaikan perkara Soeharto di persidangan. "Secara keseluruhan kita tidak sependapat (dengan substansi yang ditawarkan)," katanya. Denny mengatakan pihaknya akan mencermati bukti-bukti yang akan dihadirkan. Pihak tergugat dalam perkara perdata, katanya, tidak diwajibkan menghadirkan bukti. Penhadiran bukti adalah kewajiban penggugat. "Siapa yang mendalilkan, dia yang membuktikan," kata Denny. Secara terpisah, hakim mediator perkara tersebut, Sulthoni, membenarkan mediasi antara Tim JPN dan kuasa hukum Soeharto tidak mencapai titik temu. Namun demikian, menurut Sulthoni, masih ada kemungkina jalan damai selama persidangan berjalan, sesuai Peraturan MA Nomor 2 Tahun 2003. Gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar diajukan terkait dugaan penyelewengan dana pada yayasan tersebut yang sekaligus diketuai Soeharto. Kejaksaan juga menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun. Menurut Dachmer Munthe, yayasan tersebut pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan Supersemar menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15/1976 yang mengatur pengeluaran dana untuk kegiatan sosial khususnya bidang pendidikan, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. Dalam pengajuan gugatan itu, Kejakgung akan menghadirkan 15 hingga 20 saksi untuk memperkuat substansi gugatan. Sebelumnya pada 21 Agustus 2000 Kejaksaan Agung berupaya menyeret mantan Presiden Soeharto menjadi pesakitan dalam perkara pidana dugaan korupsi pada tujuh yayasan, termasuk Yayasan Supersemar, namun upaya itu gagal karena Soeharto sakit dan dinyatakan tidak dapat diadili. Pada 11 Mei 2006, Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) HM Soeharto dan mengalihkan upaya pengembalian keuangan negara melalui pengajuan gugatan perdata. (*)
Copyright © ANTARA 2007