Jakarta (ANTARA News) - Panglima TNI, Marsekal TNI Djoko Suyanto, menyatakan kredit negara (state credit) yang ditawarkan Rusia senilai satu miliar dolar AS belum mencukupi untuk pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) secara memadai. "Sama sekali belum cukup," kata Djoko Suyanto menjawab pertanyaan pers, usai membuka lomba lari 10K dalam rangka HUT ke-62 TNI di Silang Monas, Jakarta, Minggu. Dikatakannya, pengucuran kredit negara Rusia senilai satu miliar dolar AS itu merupakan salah satu paket kerjasama yang disepakati antara pemerintah Indonesia dan Rusia dalam kerangka kerjasama pertahanan kedua negara. Kredit negara tersebut, kata Djoko, belum mencukupi sama sekali untuk memenuhi kebutuhan alat utama sistem senjata yang memadai untuk mendukung tugas dan fungsi TNI. "Dana itu baru bisa digunakan untuk membeli persenjataan dari alutsista yang sudah ada, seperti sistem avionik dan navigasi empat pesawat Sukhoi yang kini telah dimiliki Indonesia," katanya. Panglima TNI mengemukakan selain kredit negara bagi pembelian sejumlah alat utama sistem senjata dari Rusia, kedua negara juga sepakat untuk memperluas kerjasama pertahanan, antara lain pertukaran perwira, pertukaran informasi intelijen, pendidikan, serta latihan. "Jadi, kredit negara itu hanya sebagian saja. Selebihnya, kita mengadakan kerjasama lainnya seperti pertukaran perwira, pendidikan dan latihan," ujarnya. Dalam kunjungan Presiden Federasi Rusia Vladimir Putin ke Indonesia Kamis (6/9), kedua pemerintah menyepakati delapan kerjasama antara lain peningkatan kerja sama di bidang moderenisasi peralatan persenjataan TNI-AD, TNI-AU serta TNI-AL dengan pinjaman pemerintah Rusia senilai satu miliar dolar. Untuk menunjukkan keseriusannya dalam kunjungan tersebut, Putin membawa Direktur Kerjasama Teknis Militer Mikhail A Dmitriev dan beberapa petinggi militer lainnya. Ekspor persenjataan Rusia mencapai nilai hampir 5 miliar dolar AS, sekitar 70 persen merupakan hasil dari penjualan pesawat tempur. Sebagian besar ekspor senjata ini dilakukan BUMN Rosoboron Export yang memang diberikan monopoli untuk mengekspor persenjataan. Rosoboron Export merupakan pihak yang mengatur kontrak imbal dagang antar Rusia dan Indonesia dalam penjualan empat pesawat Sukhoi dan helikopter Mi-35. Dengan nilai hampir 200 juta dolar AS, maka Indonesia kini masuk dalam jajaran negara-negara yang menjadi pembeli senjata buatan Rusia, sesuatu yang memang dikehendaki Rusia dalam menghimpun devisa, dan sesuatu yang dibutuhkan Indonesia setelah aksi embargo persenjataan oleh negara Barat terutama AS. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007