Banjarmasin (ANTARA News) - Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) dr Suciati mengatakan penemuan alat bantu pernafasan bayi oleh tim medis RSUD Ulin terbukti mampu mengurangi angka kematian bayi.
Menurut Suciati, di Banjarmasin Minggu, berdasarkan data, sejak 2008 alat itu diciptakan, telah mampu menurunkan angka kematan bayi akibat gawat nafas dari 15 persen menjadi 9 persen pada 2014.
Penemuan tersebut, masuk dalam Daftar Top 40 Inovasi Pelayanan Publik 2018 melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Nomor 636 Tahun 2018.
Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor berharap penemuan alat bantu nafas oleh tim medis Rumah Sakit Ulin Banjarmasin tersebut, bisa terus dikembangkan untuk menekan angka kematian bayi akibat gawat nafas.
Menurut Gubernur, pemerintah provinsi sangat bangga dengan keberhasilan RSUD Ulin Banjarmasin masuk dalam daftar Top 40 Inovasi Pelayanan Publik dari Kementerian PAN-RB.
"Saya harap, penemuan tersebut, akan mampu mengurangi angka kematian bayi di Kalsel," katanya.
Sebelumnya, Gubernur Kalsel, menerima penghargaan dari Wakil Presiden HM Jusuf Kalla, karena penemuan alat bantu nafas alternatif bagi bayi atau dikenal dengan istilah Babies Respiratory Distrees Recovery Deviece (BIRD).
Gubernur berharap, penghargaan tersebut,akan mampu memacu perangkat daerah, untuk terus melahirkan karya- karya besar untuk rakyat.
Menurut Gubernur, ia sangat menghargai inovasi dan yang dihasilkan instansi daerah, kendati karya yang dilahirkan tergolong sederhana namun bermanfaat untuk rakyat.
"Saya juga sangat bangga dan mengapresiasi inovasi tersebut," katanya.
Penemu inovasi alat bantu pernapasan bayi dr Ari Yunanto SpA mengatakan, inovasi tersebut berawal dari keprihatinannya terhadap angka kematian bayi akibat gawat nafas.
Menurut dia, tiga penyebab kematian utama pada bayi di Kalsel, yakni gawat nafas, infeksi, berat lahir rendah atau premature.
Gawat nafas merupakan salah satu penyumbang terbesar angka kematian bayi.
Sementara, tambah dia, alat bantu nafas yang dapat memberikan tekanan positif yang terus menerus atau continuous positve airway pressure (CPAP), jumlahnya sangat terbatas.
"Jumlah CPAP di rumah sakit atau puskesmas kabupaten/kota Kalsel, sangat terbatas," katanya.
Menurut dia, alat bantu pernafasan bayi yang dijual di pasaran harganya cukup mahal, yakni Rp91.763.000.
Faktor mahalnya alat CPAP inilah hingga menyebabkan mengapa rumah sakit kabupaten/kota atau puskesmas kekurangan alat ini.
"Sementara ibu hamil yang melahirkan dan harus mendapat pertolongan, jumlahnya tidak bisa diprediksi," katanya.
Teknologi pembuatannya sangat sederhana, yakni dengan cara memodifikasi peralatan yang ada menjadi sebuah alat bantu pernafasan bayi.
Bahkan kalau dirupiahkan, satu alat yang dibuat hanya mengeluarkan biaya Rp280.000.
Sementara keunggulannya, mudah dalam pengunaannya. Karena alat ini hasil modifikasi dari alat medis yang se hari-hari digunakan dokter atau perawat dalam membantu proses persalinan.
Baca juga: Pemerintah fokus turunkan angka kematian bayi
Baca juga: AIPI himpun data faktor penentu kematian ibu-bayi
Pewarta: Ulul Maskuriah
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2018