Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Bulan Bintang, Yusron Ihza Mahendra, di Jakarta, Minggu malam, mendesak Departemen Luar Negeri segera menata ulang aturan protokoler kepala negara kita agar tidak menghadapi banyak masalah di dalam maupun luar negeri. "Dalam dunia diplomasi, etika politik dan protokoler yang penuh dengan simbol-simbol itu merupakan hal amat penting. Sebab, sesuai namanya, atas dasar inilah etika, tatakrama dan aturan-aturan diplomasi itu berjalan," katanya kepada ANTARA, menanggapi penempatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di deretan belakang pada sesi foto di acara pembukaan pertemuan Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Sydney, Australia. Situasi ini mendapat sorotan pers serta para pengemat, mengingat PM Malaysia, Sultan Brunai Darussalam dan Presiden Filipina ditempatkan di depan Presiden RI. Oleh para pengamat dan pers, hal itu dianggap menunjukkan Australia tak sensitif terhadap hubungan antara negara tetangga (RI-Malaysia) yang masih belum normal, karena kasus pemukulan wasit karate Donald Luther Kolopita. Selain kasus foto resmi APEC itu, Yusron Ihza Mahendra bersama para pengamat dan pers menyorot juga kedatangan Presiden Yudhoyono ke tempat Presiden Amerika Serikat. Pasalnya, meski AS yang minta jumpa Presiden Yudhoyono, kenapa justru kepala negara RI ini datang ke Hotel Intercontinental, tempat Presiden George W Bush menginap. "Namun tentang yang ini, memang perlu dilihat, apakah status Presiden RI itu diundang datang ke sana, atau bagaimana," tambahnya. Yusron Ihza Mahendra berpendapat, jika kedudukannya setara, idealnya mereka ketemu di tempat yang keduanya saling datang. "Entahlah jika ada alasan keamanan dan lain-lain. Jika tidak alasan tepat, hal tadi tentu janggal," katanya meyakinkan. Terhadap beberapa kasus seperti ini, dan juga banyak yang lain, baik di dalam maupun luar negeri, Yusron Ihza Mahendra mengemukakan sudah sangat mendesak penataan ulang aturan prokoler kita. "Protokol Presiden RI dan Departemen Luar Negeri RI perlu sensitif serta teliti. Termasuk juga dalam hal-hal seperti pada soal penempatan Presiden Yudhoyono di belakang Pak Lah (PM Malaysia, Abdullah Badawi) saat foto di forum APEC," katanya lagi. Kasus Putin Masih dalam soal aturan protokoler, Yusron Ihza Mahendra, malah kemudian mempertanyakan tatakrama penjemputan Presiden Rusia, Vladimir Putin di Bandara Halim Perdana Kusumah, Jakarta, pekan lalu. "Saya perlu bertanya tentang penjemputan Presiden Rusia Vladimir Putin di Bandara Halim Perdana Kusumah yang dilakukan `hanya` oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta," katanya. Bagi kalangan anggota Komisi I DPR RI, demikian Yusron Ihza Mahendra, Vladimir Putin itu membawa citra negara salah satu yang terbesar di dunia. "Putin itu pemimpin negar besar dan datang bawa duit untuk investasi. Apa hal tadi pantas? Saya merasa kita banyak abaikan etika dan tata krama," katanya dengan menunjuk pula kasus pemanggilan menteri-menteri ke Cikeas saat `reshuffle` kabinet dulu, yang dianggapanya juga cenderung tidak etis. Makanya, Yusron Ihza Mahendra berulang kali mengajukan usulan, agar menata diri kembali, termasuk etika serta tatakrama politik di dalam ataupun ke luar negeri. "Sebab ada kesan kuat, bahwa pemerintah dan lembaga-lembaga tinggi negara bahkan negara kita telah kurang dihormati rakyat. Negara telah kehilangan nilai-nilai sakralnya. Ini tentu hal yang perlu segera diatasi," tegasnya. Yusron Ihza Mahendra mengatakan amat ideal jika pembenahan ini dilakukan Presiden RI dengan cara bersikap tegas. Selain itu, lanjut Yusron, ada konferensi pers untuk anak yang diculik, dan dilakukan sendiri oleh Presiden RI, juga beberapa kasus lainnya, tentu merupakan contoh-contoh soal dari pentingnya penataan kembali etika serta tatakrama protokoler kenegaraan kita. (*)
Copyright © ANTARA 2007