"Kalau saya melihat banyak game (lokal) yang asal jadi saat ini. Ada beberapa game developer yang menonjol tapi jumlah masih dapat dihitung dengan jari," ujar Danny di Nusa Dua, Bali pada Kamis (8/11).
Dia lebih lanjut menjelaskan bahwa padahal game developer yang dibutuhkan lebih dari 10 perusahaan pembuat game, sehingga mereka bisa saling kompetisi.
Danny juga menekankan kalau tidak ada kompetisi di antara game developer lokal maka pembuat game yang ada hanya itu-itu saja, dan ini tidak baik bagi perkembang industri game di Indonesia.
"Jujur saja kita harus sarankan kepada game developernya yakni pertama, lebih ditingkatkan kualitasnya. Kedua, Kebanyakan mereka hanya bikin game namun tidak andal dalam memasarkannya, mungkin aspek pemasaran mereka harus lebih bagus lagi. Ketiga, kalau mereka buat rencana bisnis dalam pembuatan game mereka harus menjalaninya secara serius dengan pertimbangan hal ini membutuhkan banyak pendanaan, tidak mengganggap remeh," katanya seusai menjadi pembicara dalam konferensi World Conference on Creative Economy atau WCCE.
Danny juga menekankan mengenai pentingnya ekosistem esports di Indonesia agar bisa menghidupkan dan memicu kompetisi di antara game-game developer agar mereka bisa membuat game lebih baik lagi.
"Mudah-mudahan, karena mereka melihat audiens (esports) makin tinggi dan yang kita lakukan adalah membuat audiens lebih menoleh ke esports. Dengan audiens yang lebih luas, game developer akan berlomba-lomba untuk mengambil pasar tersebut.
Hari terakhir perhelatan WCCE menghadirkan salah satu topik yang membahas mengenai industri game. Topik ini dibawakan oleh dua pakar dari industri tersebut dengan masing-masing materi pembahasan, materi "The Future of E-Gaming" dipresentasikan oleh CEO Game Developer Moonton yakni Justin Yuan, dan materi tentang industri esports yakni "In Gamer, We Trust" yang dijabarkan oleh Danny Wirianto.
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018