Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menyatakan, tuntutan delapan tahun penjara terhadap Gubernur Jambi 2016-2021, Zumi Zola Zulkifli, melalui pertimbangan yang cukup.
"Tuntutan itu sudah dengan pertimbangan yang cukup, yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dan kemudian diusulkan pada pimpinan," kata Febri, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, KPK melihat bahwa dalam beberapa kali pemeriksaan dan pada proses persidangan terhadap Zumi Zola terbaca bahwa yang bersangkutan mengakui beberapa perbuatannya sehingga tuntutannya menjadi delapan tahun penjara.
"Mungkin poin yang juga penting setelah proses hukum terhadap Zumi Zola ini bagaimana dengan pihak lain yang disebutkan oleh Jaksa Penuntut Umum juga harus dimintakan pertanggungjawabannya itu yang sedang didalami saat ini terkait dengan dugaan aliran dana pada sejumlah anggota DPRD (Provinsi Jambi)," tuturnya.
Selain itu, lanjut Febri, KPK juga akan melihat lebih jauh dari fakta-fakta persidangan yang ada dan juga melihat kesesuaian antara satu bukti dengan bukti yang lain serta dalam putusan hakim nantinya.
"Hakim kan akan menilai juga dari fakta persidangan siapa yang terbukti menerima aliran dana dengan informasi informasi awal yang sudah dibuka di persidangan. Jadi, aliran pada anggota DPRD menjadi salah satu poin yang diperhatikan oleh KPK," ungkap Febri.
Sebelumnya, Zumi Zola Zulkifli dituntut delapan tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Tuntutan itu karena Zumi dinilai terbukti menerima gratifikasi dan memberikan suap kepada anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019 terkait pengesahan APBD tahun anggaran 2017 dan 2018.
"Agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan terdakwa Zumi Zola Zulkifli secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Iskandar Marwanto dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Tuntutan itu berdasarkan pasal 12 B dan pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
JPU juga meminta pencabutan hak politik Zumi Zola.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Zumi Zola Zulkifli berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," ungkap Iskandar.
Terkait permohonan "justice collaborator" (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum, JPU KPK menolak permohonan JC Zumi.
Terhadap permohonan "justice collaborator" yang diajukan terdakwa Zumi Zola pada 25 Oktober 2018, jaksa berpendapat bahwa permohonan tersebut tidak dapat dikabulkan, karena terdakwa Zumi Zola adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam perkara tersebut baik sebagai penerima gratifikasi maupun sebagai pemberi suap terkait pengesahan APBD TA 2017 dan APBD TA 2018.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018