Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan perlu penyamaan persepsi Badan Pengawas Pemilu, Kepolisian RI dan Kejaksaan dalam penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) penanganan kasus-kasus pelanggaran pidana pemilu.
Kaka mengatakan hal itu kepada ANTARA, Rabu, menanggapi penghentian kasus dugaan pelanggaran pemilu kampanye di media massa di luar jadwal dengan perbedaan kesimpulan antara Bawaslu, Kejaksaan dan Kepolisian.
"Artinya, di tataran Gakkumdu masalahnya, yakni ketika melibatkan polisi dan jaksa sebagai penyidik dugaan pelanggaran pemilu ternyata kesimpulannya berbeda dengan Bawaslu. Maka masalahnya persepsi unsur-unsur di Gakkumdu. Sepintas kita yakin bahwa ada unsur pelanggaran karena masih bisa gunakan UU. Jangan karena kekosongan Peraturan KPU lalu menegasi fakta yang sudah jelas," katanya.
Dalam kasus tersebut, Bawaslu mendapati pemasangan kampanye iklan di media cetak oleh tim kampanye pasangan capres-cawapres nomor 01 Jokowi-Ma'ruf Amin di luar jadwal. Namun, parat kepolisian dan kejaksaan menyatakan hingga saat ini belum ada ketetapan KPU yang menyatakan jadwal kampanye di media sesuai Pasal 492 UU No. 7/2017 tentang Pemilu sehingga penerapannya belum bisa dipenuhi.
Kampanye di media massa sesuai dengan UU No. 7/2017 tentang Pemilu Pasal 276 dilaksanakan 21 hari sebelum masa tenang, yakni mulai 24 Maret hingga 13 April 2019.
Pasal 492 menyatakan setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU (Kabupaten/Kota) untuk setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2018