Penyebabnya antara lain karena pendidikan pekerja migran perempuan yang rendah
Jakarta (ANTARA News) - Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Vennetia R Danes mengatakan pelanggaran hak perempuan pekerja migran lebih banyak terjadi dibandingkan pada pekerja migran laki-laki.
"Penyebabnya antara lain karena pendidikan pekerja migran perempuan yang rendah, mental yang kurang siap dan informasi migrasi aman yang kurang," kata Vennetia dalam siaran pers kementerian, Rabu.
Padahal, kata Vennetia, jumlah perempuan pekerja migran yang bekerja sesuai prosedur lebih banyak (30 persen) daripada laki-laki (21 persen).
Tidak hanya dilanggar haknya, perempuan pekerja migran juga lebih banyak mengalami diskriminasi dan kekerasan daripada pria pekerja migran.
"Hal itu mendorong pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan kualitas pekerja migran melalui berbagai terobosan," kata Vennetia.
Terobosan yang dilakukan antara lain penerapan mekanisme seleksi yang ketat, serta peningkatan pendidikan dan keterampilan serta profesionalitas di bidang tertentu pada perempuan calon pekerja migran.
"Selain itu juga melalui berbagai perbaikan peraturan dan pelayanan dalam rangka meningkatkan perlindungan pekerja migran perempuan sejak perekrutan hingga kembali pulang ke Tanah Air," katanya.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2010 tentang Panduan Umum Bina Keluarga Tenaga Kerja Indonesia dan Petunjuk Teknis Penerapan Kebijakan Bina Keluarga Tenaga Kerja Indonesia.
Penerbitan ketentuan itu ditujukan untuk mengatasi berbagai permasalahan terkait perempuan pekerja migran melalui peningkatan ketahanan keluarga, peningkatan pemberdayaan ekonomi keluarga, dan penumbuhan jiwa kewirausahaan.
Baca juga:
Jabar kaji moratorium pengiriman TKW ke luar negeri
TKW Sukabumi korban penyiksaan tiba di Indonesia
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018