Sydney, 7/9 (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda mengatakan, Indonesia memiliki dasar keperluan yang kuat untuk membangun angkatan bersenjata yang layak dan apa yang disepakati dengan Rusia dalam pengadaan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) TNI itu baru mengejar tingkat kemampuan yang memadai bagi sebuah negara kepulauan. "Menarik bahwa pertemuan dengan para Menlu APEC, masalah itu sama sekali tidak diangkat. Pertanyaan pertama justru datang dari media (asing)," katanya kepada wartawan di Sydney, Australia, Jumat. Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia mempunyai dasar keperluan yang legal untuk membangun angkatan bersenjata yang layak. Namun dari ukuran anggaran belanja pertahanan selama 30 tahun terakhir, Indonesia tergolong negara dengan anggaran yang "sangat rendah", katanya. "Akibatnya pembangunan angkatan bersenjata kita relatif ketinggalan. Dan apa yang kita sepakati dengan Rusia, daya belanja kita baru untuk mengejar tingkat kemampuan yang memadai bagi sebuah negara seperti Indonesia," katanya. Sehari sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan kesepakatan kedua negara di sektor pertahanan dan energi senilai enam miliar dolar AS. Harian "The Sydney Morning Herald" selama dua hari terakhir menyoroti kesepakatan Indonesia dan Rusia, khususnya tentang pengadaan sejumlah kapal selam, tank, dan helikopter senilai 1,2 miliar dolar AS dari bekas negara adikuasa semasa masih menjadi Uni Soviet itu. Suratkabar milik kelompok Fairfax itu menuding pembelian sejumlah Alutsista TNI dari Rusia itu akan memicu perlombaan senjata di kawasan dan menyebutkan Jepang telah meminta penjelasan Indonesia mengenai masalah ini. Presiden Putin sendiri merasa senang dan puas dengan hasil kunjungannya ke Indonesia. Orang nomor satu Rusia itu menilai Indonesia sebagai negara paling dinamis dan salah satu yang paling berpengaruh di kawasan Asia Pasifik. "Karena itu Rusia sangat berminat memperdalam dan mengembangkan kerja sama dengan Indonesia dalam berbagai bidang," katanya seusai bertemu Presiden Yudhoyono di Jakarta, Kamis (6/9).(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007