Bandung (ANTARA News) - Metode Intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT-BO) perlu dikembangkan secara massal karena terbukti meningkatkan produktivitas hasil panen padi hingga tiga kali lipat. "Dengan metode ini produktivitas hasil panen meningkat tiga kali lipat," kata Pakar Bioteknologi Tanah dari Fakultas Pertanian Unpad Dr Tualar Simarmata di sela Panen Raya Padi melalui Teknologi IPAT-BO di Bandung, Jumat. Hasil kaji terap 2006-2007, intensifikasi padi aerob terkendali dengan berbagai varietas padi di beberapa lokasi Jabar dan Jatim mampu menghasilkan padi 10-16 ton per hektar atau naik rata-rata 50-150 persen dibanding dengan sistem konvensional (anaerob). Untuk membangun kemandirian dan ketahanan pangan atau swasembada beras maka dari produksi 4-6 ton per hektar (luas panen total saat ini 5,5 juta hektar) harus mampu ditingkatkan produktivitasnya menjadi 6-8 ton per hektar. "Sedangkan jika ingin menjadi eksportir beras maka produktivitas padi harus ditingkatkan menjadi 8-12 ton per hektar," ujarnya. Menurut dia, metode intensifikasi padi sawah dengan sistem tergenang (anaerob) selama ini tidak saja menyebabkan tak berfungsinya kekuatan biologis tanah,tetapi juga menghambat perkembangan sistem perakaran tanam padi. "Biota tanah yang aerob tak dapat berkembang dan diperkirakan hanya sekitar 25 persen perakaran tanaman padi yang berkembang optimal, sehingga potensi hasil berbagai varietas padi selama ini hanya 7-8 ton per hektar, sementara dengan IPAT potensinya di atas 20 ton per hektar," katanya. Keunggulan lain dari metode IPAT-BO ini, ujarnya, adalah hemat air yakni hanya 25 persen dari sawah konvensional sehingga sesuai bahkan untuk musim kering, hemat bibit 20-25 persen, hemat pupuk dan hemat pestisida, sedangkan panen bisa lebih awal 7-10 hari, ujarnya. "Dengan metode konvensional butuh bibit 20-30 kg per hektar, untuk IPAT hanya 5-7 kg per hektar. Pupuk yang sebelumnya butuh 300kg urea per hektar, 100kg KCl, 100kg SP36 dikurangi saja 50 persen lalu ditambah pupuk organik seperti kompos jerami dan pupuk kandang," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007