Angka kematian ibu di Indonesia masih yang tertinggi di Asia Tenggara berdasarkan survei Demografi dan Kesehatan pada 2012 mencapai 359 kematian per 100 ribu kelahiran hidup.

Padang (ANTARA News) - Guru besar Obstetri dan Ginekologi dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat, Prof Yusrawati menilai angka kematian ibu di Indonesia yang masih tinggi, mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan yang ada.

"Angka kematian ibu di Indonesia masih yang tertinggi di Asia Tenggara berdasarkan survei Demografi dan Kesehatan pada 2012 mencapai 359 kematian per 100 ribu kelahiran hidup, jadi itulah cermin kualitas pelayanan kesehatan terutama dalam penanganan ibu hamil dan kelahiran," ucapnya di Padang, Senin.

Prof Yusrawati menyampaikan hal itu pada orasi ilmiah pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam Ilmu Obstetri dan Ginekologi pada Fakultas Kedokteran Unand dengan tema "Aspek Filologis dan Pencegahan Preeklamsia serta kontribusinya dalam Penurunan Angka Kematian Ibu".

Menurutnya, tiga penyebab kematian ibu adalah pendarahan sebesar 30 persen, hipertensi dalam kehamilan 25 persen dan infeksi 12 persen.

Hipertensi gestasional dan preeklamsia merupakan gangguan umum selama kehamilan dan sebagian besar kasus berkembang dalam jangka singkat, ujarnya.

Ia mengemukakan pemahaman aspek filosofis dan pencegahan preeklamsia diharapkan dapat memberi kontribusi penurunan angka kematian ibu.

Preeklamsia merupakan penyakit pada kehamilan yang 80 sampai 90 persen dapat dicegah dengan mempersiapkan kehamilan, katanya.

Ia memaparkan pencegahan dilakukan dengan tiga metode yaitu pencegahan primer dengan mencegah penyakit melalui identifikasi dan pengendalian faktor risiko, pencegahan sekunder lewat pencegahan gejala klinis penyakit dan pencegahan tersier dengan mencegah komplikasi penyakit atau mengobati penyakit.

Mempersiapkan kehamilan dilakukan dengan optimalisasi status nutrisi melalui pemberian multivitamin, mineral, protein, dan mix karbohidrat, mengupayakan berat badan ideal, olahraga teratur dan lainnya, ujarnya.

Ia menambahkan pengelolaan preeklamsia harus bersifat komprehensif dimulai dari deteksi dini dengan mengidentifikasi wanita risiko tinggi, melakukan intervensi untuk pencegahan secara spesifik serta tindak lanjut secara ketat agar tidak jatuh dalam kondisi berat.

Prof Yusrawati lahir di Sungai Naning 24 Juni 1965 dan menamatkan S1 Kedokteran di Universitas Andalas, Spesialis Obstetetri dan Ginekologi di Unand, Spesialis Fetomaternal di Universitas Indonesia dan S3 Ilmu Kedokteran Biomedik di Unand.*


Baca juga: BKKBN: angka kematian neonatal mengalami penurunan

Baca juga: Pemerintah fokus turunkan angka kematian bayi


Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018