Jika kenaikan upah tiba tiba melejit tanpa terkontrol dengan baik, maka akan berdampak pada PHK dan sebagainya.

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan kenaikan Upah Minimun Provinsi tahun 2019 memperhitungkan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 8,03 persen sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan

“Kenaikan UMP berdasarkan PP 78 merupakan upaya maksimal pemerintah dalam memberikan rasa adil diantara semua pihak yaitu pekerja, pengusaha dan calon pekerja," kata Hanif melalui siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Senin.

Hanif mengatakan angka kenaikan UMP yang terprediksi tersebut akan membuat pengusaha dan dunia usaha mudah menyusun rencana keuangan perusahaan.

“Jika kenaikan upah tiba tiba melejit tanpa terkontrol dengan baik, maka akan berdampak pada PHK dan sebagainya,“ kata Hanif.

Kenaikan UMP 2019 juga menjadi pilihan terbaik bagi dunia pekerja. Artinya, pekerja akan mengalami kenaikan signifikan karena berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi dan angka inflasi sebagai instrumen untuk menghitung kenaikan upah.

“Pekerja tak usah capai dan repot-repot, tak usah ribut, demo panas-panasan. Upahnya dijamin naik dan naiknya juga signifikan, “ kata dia.

Dengan kenaikan yang sesuai inflasi tersebut, pemerintah berupaya agar para pencari kerja mendapatkan lapangan kerja.

"Jangan sampai para pencari kerja tidak memperoleh pekerjaan karena lapangan pekerjaannya menyempit sebagai akibat upah terlalu tinggi," kata dia.

Hingga saat ini sudah 26 provinsi telah menyampaikan laporan tentang penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2019. Sedangkan delapan provinsi lainnya sudah mengumumkan besaran UMP meski belum melaporkannya ke Kementerian Ketenagakerjaan.*


Baca juga: DKI tetapkan UMP 2019 Rp3,94 juta

Baca juga: Ridwan Kamil umumkan UMP Jabar 2019 Rp1,67 juta







Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018