Jakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta KH Muchamad Zaenuddin mengajak umat Islam untuk kembali menjadikan masjid sebagai tempat pembentukan akhlak. "Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang terbesar umat Islamnya, ternyata tidak mampu menjalankan ajaran dengan sepenuh hati, terbukti masih banyaknya kasus korupsi di negeri ini," katanya di Jakarta, Jumat.Dia juga menilai, sebagian besar umat Islam di Indonesia, mulai menjadikan kegiatan ibadah hanya sebagai rutinitas saja tanpa mewujudkan sebagai dasar pembentukan akhlak. Menurut Zaenuddin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri juga heran dengan kondisi bangsa ini di mana masih banyak korupsi yang terjadi. "Pada acara peringatan Israk Miraj beberapa waktu lalu, Presiden SBY mengajak masyakat untuk meneladani ajaran Islam yang mengharamkan orang melakukan korupsi," katanya.Dalam sambutannya saat meresmikan Masjid Al Mutaqin di lingkungan Ormas LDII itu, Zaenuddin mengajak masyarakat agar menjadikan bulan Ramadhan 1428 H atau tahun 2007 sebagai instropeksi diri dengan manjadikan masjid sebagai tempat "menebus" dosa atau meminta ampun kepada Allah SWT."Puasa tahun ini seyogyanya dapat dijadikan instropeksi diri bagi umat Islam yang selama ini telah melupakan ajaran Allah yang diturunkan ke Rasulullah. Mari kita jadikan puasa tahun ini sebagai puasa terakhir agar lebih mendekatkan diri kepada Allah," tambahnya.Senada dengan KH Zaenuddin, Ketua DPD Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Jakarta Barat KH Majinur mengajak umat Islam untuk menjadikan Ramadhan sebagai bulan pertaubatan."Mari jadikan bulan suci ini sebagai tempat memperbanyak zikir dan pahala, sebab jika kita mati dalam keadaan banyak dosa maka akan memberatkan kita nantinya di akhirat," ujarnya.Majinur menambahkan, LDII dalam bulan Ramadhann ini akan melakukan kegiatan penuh di masjid dan melakukan iktikaf pada 10 malam terakhir Ramadhan."LDII mengajak seluruh umat Islam untuk tidak meninggalkan malam 'lailatul qhadar' sebagai malam seribu bulan dan memperbanyak pahala," kata Majinur.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007