Jakarta (ANTARA News) - Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin menyatakan bahwa pertemuannya dengan Lippo Group James Riady hanya sebatas silaturahmi.

"Prinsipnya hanya silaturahmi," kata Neneng usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Jumat.

KPK pada Jumat memeriksa Neneng sebagai tersangka kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Neneng pun membantah bahwa pertemuannya dengan James itu juga membahas soal proyek Meikarta.

"Tidak ada, bahas umum saja," ucap Neneng.

Usai diperiksa pada Selasa (30/10), James mengaku pernah bertemu satu kali dengan Neneng Hassanah pada akhir 2017 lalu.

Namun, ia membantah pertemuannya itu untuk membahas proyek Meikarta.

"Benar saya ada bertemu sekali dengan ibu bupati, yaitu pada saat beliau baru saja melahirkan, saya yang tidak pernah ketemu dengan beliau. Kebetulan saya ada berada di Lippo Cikarang diberi tahu bahwa beliau baru melahirkan," kata James.

KPK pun mendalami pertemuan antara petinggi James dengan Neneng tersebut.

"Tentu terkait dengan dugaan pertemuan dengan Bupati Bekasi. Soal peristiwanya tentu saja yang kedua apa yang dibicarakan di sana dan apakah ada atau tidak keterkaitan dengan pokok perkara yang sedang kami usut saat ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (31/10).

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan sembilan tersangka, yaitu konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).

Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin (NNY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).

Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.

Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen "fee" fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.

KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018.

Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga lahan makam.

Baca juga: KPK panggil empat saksi suap perizinan Meikarta
Baca juga: KPK dalami aliran dana Meikarta pembiayaan pilkada
Baca juga: Penahanan sembilan tersangka suap perizinan Meikarta diperpanjang

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018