makanan dengan nilai gizi tinggi ada di sekitar kita, namun kecenderungannya mengkonsumsi makanan yang tidak dibutuhkan tubuh

Malang (ANTARA News) - Akademisi dari Universitas Brawijaya menyatakan bahwa untuk mengatasi permasalahan gizi buruk khususnya di Indonesia, perlu adanya edukasi yang berkelanjutan dengan mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dari masyarakat setempat.

Koordinator Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Jurusan S1 Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Intan Yusuf Habibie mengatakan bahwa, permasalahan gizi buruk di Indonesia, bukan hanya terjadi di wilayah pelosok dan pedalaman saja, akan tetapi juga terjadi di daerah perkotaan.

"Paparan pengetahuan informasi bagi masyarakat khususnya di wilayah terpencil itu terbatas. Sementara untuk memberikan pemahaman, atas pentingnya pemenuhan gizi bagi anak usia di bawah lima tahun, harus dilakukan secara terus menerus," kata Yusuf, kepada Antara, di Kota Malang, Jumat.

Sementara untuk wilayah perkotaan, Yusuf menjelaskan, kebiasaan makan makanan ringan pada balita dan anak usia di bawah dua tahun, juga menjadi masalah tersendiri pada gizi buruk dan kurang gizi. Selain itu ditambah dengan pola asuh yang kurang tepat.

"Akses makanan yang bagus belum tentu menentukan kualitas makanan yang disuka. Mungkin, makanan dengan nilai gizi tinggi ada di sekitar kita, namun kecenderungannya mengkonsumsi makanan yang tidak dibutuhkan tubuh," kata Yusuf, yang pernah melakukan penelitian di Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Merauke tersebut.

Baca juga: Menkes: Anak Sekolah Alami Gizi Buruk Kronis

Dalam mengatasi permasalahan gizi buruk di Indonesia, pemerintah hendaknya benar-benar memperhatikan kondisi pada masing-masing wilayah, baik untuk di pedalaman dan di perkotaan. Karena, di masing-masing wilayah, permasalahan yang dihadapi akan sangat berbeda.

Menurut Yusuf, perlu adanya partisipasi dalam pencegahan dan intervensi yang sifatnya multistudi dan multisektor dari seluruh pemangku kepentingan. Selain itu juga perlu adanya pendekatan kepada tokoh masyarakat supaya penyuluhan yang disampaikan oleh para ahli gizi bisa diterima dan dilaksanakan dengan baik.

Berdasarkan data Pantauan Status Gizi (PSG) 2017 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, di Indonesia, bayi dengan usia di bawah lima tahun yang mengalami masalah gizi mencapai 17,8 persen. Dari angka itu, terdiri dari Balita dengan gizi buruk sebanyak 3,8 persen, dan 14 persen untuk gizi kurang.

Sebagai catatan, kasus gizi buruk tertinggi yang ada di Indonesia terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT), yang mencapai 7,4 persen untuk kasus gizi buruk, dan 20,9 persen untuk gizi kurang. Sementara untuk Provinsi Jawa Timur, angka gizi buruk tercatat sebanyak 2,9 persen, dan gizi kurang sebanyak 12,6 persen.

Baca juga: "Gerimis" dan "Maklurah", upaya Kalbar cegah stunting
Baca juga: Menkes: Tingkat gizi buruk di Indonesia turun

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018