Laut bukan tong sampah.
Biaya produksi yang murah dan dapat dipakai untuk segala jenis barang menjadikan plastik salah satu bahan yang paling banyak dibuat di bumi sejak pertama kali muncul pada sekitar enam-tujuh dekade lalu.
Namun, dalam waktu yang singkat itu, sifat plastik yang juga disukai karena tahan lama justru menyebabkan persoalan lingkungan global karena butuh belasan hingga ratusan tahun untuk mengurai bahan tersebut di alam.
Akibatnya, milyaran ton plastik berakhir menjadi tumpukan sampah yang mengotori lingkungan dari darat hingga laut.
Sebuah makalah ilmiah yang terbit dalam Jurnal "Science Advances" edisi Juli 2017 yang ditulis oleh ahli ekologi industri, Dr Roland Geyer dari Universitas California, Amerika Serikat mengungkapkan bahwa jumlah total plastik yang telah diproduksi di seluruh dunia sejauh ini mencapai 8,3 ton miliar.
Dari jumlah tersebut, 6,3 miliar ton masih menjadi sampah plastik yang teronggok di tempat pembuangan akhir atau berserakan di alam.
Sampah plastik tersebut merupakan sisa dari wadah minuman dalam kemasan, popok, peralatan makan dan korek kuping.
Dari sekian banyak jenis sampah plastik tersebut, minuman dalam kemasan botol merupakan penyumbang paling besar. Pada tahun 2016, sekitar 480 miliar botol plastik diproduksi di seluruh dunia per tahun, atau sama dengan satu juta botol per menit.
Dari jumlah itu, sebuah merek dagang minuman ringan cola berkarbonasi membuat sekitar 110 miliar botol plastik.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa saat ini ada 5,25 triliun potongan sampah plastik di laut, di mana 269.000 ton mengapung di permukaan, sementara sekitar empat miliar mikro plastik mengotori laut dalam.
Direktur Pelaksana organisasi International Initiatives Ocean Conservancy, Susan Ruffo mengatakan mayoritas sampah plastik di laut datang dari daratan karena kesalahan manajemen.
"Ini masalah global, buka hanya dihadapi satu negara saja," katanya pada acara Our Ocean Conference di Bali beberapa waktu lalu.
Pada kesempatan yang sama, Staff Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga, Suseno Sukoyono, mengatakan masalah sampah plastik bukan soal jumlahnya saja, tetapi juga banyaknya sampah yang berakhir di laut.
Dia mengatakan sejak 2015 ada kenaikan lima persen jumlah sampah plastik di laut per tahun.
Dengan demikian, melindungi laut dari sampah plastik justru dimulai dari mengubah kebiasaan masyarakat yang tinggal di wilayah daratan.
Kurangi plastik
Sampah plastik di laut yang kini menjadi perhatian dunia ditanggapi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Luar Negeri Retno L.P Marsudi dengan memimpin aksi membersihkan pantai di Pantai Kuta, Bali dalam rangka memulai pertemuan internasional Our Ocean Conference (OOC) yang digelar di Bali pada 29-30 Oktober, 2018.
Bagi Menteri Susi Pudjiastuti menjaga kebersihan laut dapat dimulai dengan mengubah kebiasaan yang mungkin masih dianggap sepele namun bisa berdampak besar pada lingkungan, terutama laut, yakni dengan mulai menggunakan botol minuman isi ulang untuk mengurangi konsumsi minuman dalam kemasan botol plastik.
"Jadi mulai sekarang tidak ada lagi botol plastik di kantor, ya, pakai air galon, masing-masing bawa tumbler. Bisa tidak? Katanya, laut kita masa depan kita, masak mau dikotori," kata Susi pada pada kegiatan bersih pantai untuk mengawali acara OOC 2018.
Menurut dia, pemerintah telah berupaya melindungi laut dari penangkapan ikan ilegal atau "Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing".
"Sekarang yang kita lihat adalah sampah sebagai polusi di laut. Saya mendorong penghentian penggunaan plastik," kata dia.
Selain menjaga lingkungan dari sampah plastik, mengurangi konsumsi minuman dalam botol juga menjaga cadangan air di alam karena untuk membuat satu liter air dalam kemasan dibutuhkan tiga liter air alami.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang turut memimpin kegiatan itu menegaskan bahwa aksi membersihkan pantai merupakan bentuk kontribusi yang kecil tetapi bisa menginspirasi masyarakat untuk menjaga kebersihan pantai dari sampah plastik.
"Laut bukan tong sampah. `Our ocean is our life`, karenanya cintai laut mu seperti mencintai hidup mu," kata Retno.
Berkaitan dengan sampah plastik, pada kegiatan OOC 2017 di Malta, Indonesia menegaskan tiga komitmen, yakni meluncurkan Rencana Aksi Nasional tentang Sampah Plastik Laut guna mengurangi sampah plastik hingga 70 persen sekaligus mewujudkan negeri yang bebas sampah.
Selain itu, Indonesia berkomitmen untuk berinvestasi senilai 0,85 milyar Euro selama empat tahun ke depan untuk mengembangkan program nasional pengelolaan limbah dari darat, dan memasukkan masalah Puing Plastik Laut dalam program pendidikan nasional.
Pada OOC 2018, Indonesia sekali lagi menegaskan komitmen yang kuat untuk melindungi laut dan menjadikannya lingkungan yang lebih sehat karena laut merupakan lingkungan yang unik dan kompleks, yang di dalammya ada ekosistem hutan mangrove, beragam jenis terumbu karang, padang lamun, serta berbagai biota lainnya sebagai sumber kehidupan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.*
Baca juga: Pembatasan plastik oleh Menteri Susi perlu ditiru
Baca juga: Menteri Susi larang air mineral dalam kemasan plastik
Pewarta: Libertina W. Ambari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018