Surabaya (ANTARA News) - Konferensi Internasional Perkotaan yang dihadiri para pakar multi disiplin dari Australia, Belgia, Malaysia dan Indonesia tidak hanya membahas problem fisik, tetapi juga orang kota yang mudah emosi.
"Masalah non-fisik juga menjadi problem masyarakat kota, seperti warga Surabaya, karena mereka sulit beradaptasi dalam mengikuti perubahan kota yang cepat," kata Dekan Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya), Drs Sutyas Prihanto MSi, di Surabaya, Kamis.
Di sela-sela konferensi dua hari (6-7/9) yang mengangkat isu kualitas hidup kaum urban itu, ia mengatakan warga kota Surabaya sulit beradaptasi dengan lingkungan perkotaan, karena kaum urban umumnya fokus kepada masalah ekonomi.
"Mereka lebih fokus ke ekonomi, sehingga mereka sulit mengontrol dirinya untuk menjadi warga kota yang mencerminkan orang kota yang tertib, tidak emosional, dan bersinergi dengan orang lain yang berbeda asal-usul," katanya.
Konferensi internasional perkotaan dari multi disiplin keilmuan (psikologi, antropologi, sosiologi, ekonomi, kedokteran, teknik) itu menampilkan sejumlah pembicara asing, diantaranya Prof dr Jan Vinck (Hasselt University, Belgia).
Pembicara lainnya, Associate Professor Anne Bardoel (Monash University, Australia), Prof Madya Dr Aminuddin Mohd Yusof (School of Psychology and Human Development, Malaysia), Dr Ing Haryo Sulistiarso (Indonesia/ITS Surabaya), dan Dr Yusti Probowati (Indonesia/Ubaya).
Dalam kesempatan itu, pakar perkotaan Australia membahas kesehatan pekerjaan sebagai topik.
"Kesehatan kerja itu tergantung keseimbangan antara pekerjaan dengan kondisi keluarga. Kalau pekerjaan lebih berat, maka karyawan saat ada di rumah akan cenderung otoriter. Sebaliknya, kalau di rumah ada masalah, maka pekerjaan di kantor akan terganggu," kata Anne Bardoel dari Monash University, Australia.
Hal yang sama juga diangkat pakar perkotaan dari Belgia yang menyoroti kesehatan warga kota, namun pakar perkotaan dari Malaysia dan Indonesia mengkaji problem warga kota yang umumnya urban dengan orang yang asal-usulnya berbeda.
Menanggapi pandangan dari pakar perkotaan Ubaya tentang problem sulitnya warga kota beradaptasi, termasuk warga kota Surabaya, Walikota Surabaya Bambang DH yang menghadiri konferensi itu mengharapkan sumbangsih perguruan tinggi.
"Warga kota Surabaya memang sulit melakukan penyesuaian, bahkan saya pernah membaca tulisan seorang pakar perkotaan bahwa Surabaya merupakan kota yang sakit secara fisik dan sosial," katanya.
Pandangan pakar perkotaan itu, katanya, ada benarnya, karena lingkungan perkotaan yang tidak bagus memang dapat berakibat pada masalah sosial dengan adanya warga kota yang sulit berkembang.
"Hujan yang menimbulkan banjir dan kemarau yang menimbulkan hawa panas memang akan membuat orang kota menjadi mudah marah, stres, dan emosional," katanya.
Oleh karena itu, katanya, pembangunan fisik harus dilihat sebagai masalah yang juga berdampak pada masalah non-fisik.
"Kalau saluran air diperbaiki, kemudian banjir tidak terjadi lagi, maka warga Surabaya tidak akan stres lagi," katanya.
Konferensi internasional perkotaan itu diselenggarakan untuk memperingati 25 tahun Fakultas Psikologi Ubaya, namun dihadiri pakar dan peserta dari multi disiplin ilmu. (*)
Copyright © ANTARA 2007