"Kami membuka opsi anjak piutang, artinya utang kami ke rumah sakit itu kan menjadi piutang rumah sakit ke kami. Piutang itu kemudian dijaminkan ke lembaga keuangan, bisa bank atau on-bank," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Kamis.
Fahmi menjelaskan dengan menggunakan skema "factoring" tersebut nantinya rumah sakit atau penyedia jasa layanan kesehatan dapat menjaminkan piutangnya dengan bunga kurang dari satu persen.
Skema anjak piutang tersebut ditempuh oleh BPJS Kesehatan supaya tidak terjadi kerugian atau defisit yang lebih besar lagi akibat penunggakan tagihan biaya layanan kesehatan oleh BPJS Kesehatan.
"Karena sebetulnya BPJS pun kalau telat bayar kan dihukum denda satu persen, sedangkan kalau anjak piutang itu kan bunganya tidak sampai satu persen. Jadi kami cari jalan keluar lah supaya pelayanan ke masyarakat tidak berhenti," jelasnya.
Fahmi mengatakan sejumlah rumah sakit telah menjalankan skema anjak piutang tersebut; sehingga dengan defisit anggaran yang mencapai Rp16,5 triliun di 2017, pelayanan BPJS Kesehatan masih berjalan hingga saat ini.
BPJS Kesehatan sendiri mengalami defisit hingga terakumulasi mencapai Rp16,5 triliun di tahun 2017. Terakhir, pemerintah berupaya mengalokasikan 75 persen dari setengah persen penerimaan pajak rokok daerah untuk menutup defisit anggaran tersebut.
Sesuai SK Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000, anjak piutang merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan, serta pengurusan piutang jangka pendek suatu perusahaan.
Baca juga: Indonesian Institute soroti defisit Rp16,5 T BPJS Kesehatan
Baca juga: Pemerintah targetkan BPJS Kesehatan menanggung 240 juta penduduk pada 2019
Baca juga: Presiden janji cari opsi pendanaan untuk BPJS
Baca juga: BPJS Kesehatan mengevaluasi sistem rujukan daring JKN-KIS
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018