Salah satu kebijakannya adalah memangkas masa tunggu perizinan yang tadinya 13 hari menjadi tiga hari. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan produksi dan ekspor komoditas pertanian khususnya hortikultura
Bogor, (ANTARA News) - Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVT) Kementerian Pertanian akan membangun sistem pengawasan dan pengendalian terpadu serta terintegrasi atas perizinan atau rekomendasi yang telah dikeluarkan guna meminimalisir terjadinya pelanggaran.
"Sistem pengawasan dan pengendalian terpadu ini sebagai tindak lanjut dari kebijakan baru Menteri Pertanian yang mempermudah izin ekspor hortikultural dari dengan memangkas waktu perizinan dari 13 hari menjadi tiga hari," kata Kepala PPVT Kementerian Pertanian, Prof Erizal Jamal di Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Rencana pembangunan sistem pengawasan dan pengendalian terpadu serta terintegrasi ini dipaparkan oleh Erizal dalam kegiatan workshop peningkatan pengawasan dan penegakan hukum bidang perlindungan varietas tanaman dan perizinan pertanian yang diikuti oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) seluruh Indonesia.
Ia mengatakan, tiga hari yang lalu Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman telah menerbitkan kebijakan baru dengan merevisi peraturan menteri terkait izin ekspor komoditas hortikultura.
Salah satu kebijakannya adalah memangkas masa tunggu perizinan yang tadinya 13 hari menjadi tiga hari. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan produksi dan ekspor komoditas pertanian khususnya hortikultura.
Dalam rangka mengakselerasi kebijakan tersebut, lanjut Erizal, PPVT yang berkoordinasi dengan seluruh Ditjen Teknik lingkup Kementerian Pertanian, siap melayani pelaku usaha tidak hanya untuk perizinan pertanian tapi juga layanan perlindungan varietas tanaman.
"Kementerian Pertanian mempunyai 32 layanan perizinan dan rekomendasi, di mana 15 telah perizinan telah dilayani melalui unit pelayanan terpadu satu pintu atau Padu satu," katanya.
Pelayanan satu pintu terpadu ini sesuai dengan amanat Permentan Nomor 29 Tahun 2018 tentang tata cara perizinan berusaha sektor pertanian sebagai turunan dari PP Nomor 24 tahun 2018 tentang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.
"Peraturan ini mengamanatkan sistem `online single submission` atau OSS untuk mengakselerasi ekspor dan investasi," katanya.
Dalam proses pelayanan perizinan ini, lanjutnya, petugas verifikator, liason officer serta instansi terkait diwajibkan mengutamakan proses kehati-hatian serta tanggung jawab karena berhubungan langsung dengan masyarakat.
"PPVT sebagai pintu masuk izin maupun rekomendasi bertanggung jawab penuh untuk membangun sistem pengawasan dan pengendalian terpadu dan terintegrasi ini," katanya.
Menurut Erizal, menjalankan tugas dan fungsi sebagai pengawasan tidaklah mudah, dalam implementasinya tidak dipungkiri terjadi pelanggaran hukum diantaranya, peredaran benih palsu, pemalsuan pupuk, penggunaan benih yang dilindungi tanpa izin pemilik hak PBT, dan peredaran komoditas pertanian tanpa izin dan lainnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, untuk meminimalisir pelanggaran-pelanggaran tersebut diperlukan penanganan atau penegakan hukum yang komprehensif dari para penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia dan PPNS.
"PPNS memegang peranan sangat penting untuk pengawasan di daerah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat," katanya.
Selama ini PPNS di seluruh Indonesia belum ada yang mengkoordinasikan, berapa jumlahnya juga belum diinventarisir apakah ideal untuk satu wilayah.
Untuk itu PPVT Kementerian Pertanian menggelar workshop peningkatan pengawasan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas PPNS secara berkala agar dapat mengimbangi dinamika di lapangan.
"Bagaimanapun tantangan baru terus muncul di lapangan, maka itu keberadaan PPNS harus dimaksimalkan, sebagai fungsi pengawasan dalam melayani dan melindungi masyarakat pertanian," kata Erizal.
Baca juga: Kementan: Deregulasi dongkrak investasi pertanian dalam empat tahun terakhir
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018