Media wajib menampilkan narasumber kompeten dan terpercaya dalam menjelaskan peristiwa bencana secara ilmiah.
Pekanbaru (ANTARA News) - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Yuliandre Darwis mengimbau lembaga penyiaran untuk berhati-hati menayangkan informasi mengenai peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang.
"Kehati-hatian diperlukan agar kejadian tersebut tidak ditayangkan berasal dari sumber informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya guna menghindari kesimpangsiuran informasi," kata Yuliandre dihubungi dari Pekanbaru, Selasa.
Imbauan tersebut disampaikan Yuliandre sehubungan dengan peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang dan bersamaan itu KPI menyampaikan turut berbelasungkawa atas musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang pada Senin (29/10).
Menurut Yuliandre, lembaga penyiaran diharapkan tidak ikut-ikutan menyebarkan informasi hoaks ataupun informasi yang bukan berasal dari sumber berwenang terkait dengan musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang.
Sumber yang diperoleh terkait kejadian ini hendaknya berasal dari instansi berwenangan dan sehingga dapat dipertanggunjawabkan kebenarannya. "Kami mengingatkan kembali bahwa pedoman peliputan soal bencana dan kejadian luar biasa seperti kecelakaan jatuhnya pesawat Lion Air, harus mengedepankan etika jurnalistik serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012," kata Yuliandre.
KPI juga mengimbau lembaga penyiaran untuk tidak menyebarkan foto-foto korban maupun potongan gambar korban musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 yang berasal dari media sosial maupun dari sumber lainnya melalui media penyiaran.
Pada kesempatan itu Yuliandre menyebutkan sejumlah kewajiban dan batasan dalam menayangkan peliputan bencana atau musibah pada program siaran jurnalistik antara lain, wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga, dan atau masyarakat.
Dilarang menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat, dengan cara memaksa, menekan, dan atau mengintimidasi untuk diwawancarai dan atau diambil gambarnya, dilarang menampilkan gambar dan suara saat-saat menjelang kematian.
Dilarang mewawancarai anak di bawah umur sebagai narasumber, menampilkan gambar korban atau mayat secara detail dengan close up dan atau menampilkan gambar luka berat, darah, dan atau potongan organ tubuh.
"Media wajib menampilkan narasumber kompeten dan terpercaya dalam menjelaskan peristiwa bencana secara ilmiah," katanya.*
Baca juga: Hingga Selasa sore, sudah tercatat 185 Data Antemortem JT 610
Baca juga: Menhub kunjungi posko evakuasi JICT 2
Pewarta: Frislidia
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018