Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan DPR perlu memperhatikan dan mengkaji ulang atas usulan pembahasan rancangan undang-undang tentang pesantren dan pendidikan agama.

"Saya kira patut diperhatikan supaya jangan nanti sekolah minggu atau pengajian itu harus semua minta izin, nanti negara ini mengontrol (semuanya)," kata Jusuf Kalla kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Selasa.

Wapres JK mengatakan setiap agama memiliki cara masing-masing dalam menanamkan pendidikan keagamaan bagi umatnya. Oleh karena itu, dengan adanya RUU nantinya dikhawatirkan Pemerintah terlalu mengatur kehidupan beragama masyarakat.

"Kristen, Katolik itu (ada) sekolah minggu untuk anak-anak, kita juga sama ada pengajian, TPA (taman pendidikan Al-quran) contohnya. Kalau itu semua diatur oleh Pemerintah kan susah," tambahnya.

Sebelumnya, DPR melalui rapat paripurna pada Selasa (16/10) menyetujui adanya RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sebagai usulan inisiatif dari DPR RI. Pembahasan draf RUU tersebut, menurut DPR, telah mendapat masukan dari sejumlah pimpinan pondok pesantren, pimpinan lembaha diniah serta akademisi.

Namun usulan RUU tersebut mendapat kritik dari berbagai pihak, antara lain dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) dan PP Muhammadiyah.

Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah Trisno Raharjo, usai menemui Wapres, mengatakan Pemerintah dan DPR perlu melibatkan pihak-pihak terkait untuk membahas RUU tersebut.

Muhammadiyah menilai perlu untuk dilakukan kajian secara menyeluruh yang melibatkan pihak-pihak dari setiap agama resmi di Indonesia. Muhammadiyah mengingatkan bahwa pendidikan keagamaan di Indonesia tidak hanya menyangkut agama Islam, melainkan juga Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu.

"Yang tampak sekarang ini, seolah-olah RUU ini hanya membahas pesantren dan pendidikan agama Islam. Itu kan (seharusnya) lebih luas. Ini yang kami lihat harus dikaji sebaik-baiknya. Sampai saat ini kami masih melihat bahwa ini lebih tepat satu sistem," kata Trisno.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018