Jakarta (ANTARA News) - Tim SAR melakukan pencarian badan pesawat Lion Air JT-610 pada hari kedua, Selasa, menggunakan multibeam echo sounder sonar.

"Alat ini menyapu dasar laut untuk mencari di mana logam besar berada. Setelah itu para penyelam akan terjun," kata Kepala Badan SAR Nasional M. Syuagi di posko evakuasi JITC 2 Tanjung Priok, Jakarta, Selasa.

Diharapkan dengan menggunakan teknologi tersebut maka pencarian akan lebih cepat.

Dia mengatakan kedalaman laut tempat lokasi jatuhnya pesawat Lion Air rute Jakarta-Pangkal Pinang tersebut diperkirakan 30-35 meter.

Meski kedalamannya sekitar 30-35 meter, bukan berarti pencarian menjadi lebih mudah, menurut dia, kedalam tidak menjadi tolak ukur pencarian dapat berjalan lambat atau cepat.

"Jika menggunakan alat yang tepat dan SDM yang profesional saya rasa bisa cepat ditemukan," kata dia.

Tim pencarian korban yang dimiliki saat ini adalah orang-orang profesinal dengan bantuan Polri dan TNI sehingga diharapakan pencarian akan berjalan cepat.

Sebelumnya, pesawat type B737-8 Max dengan nomor penerbangan JT 610 milik operator Lion Air yang terbang dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta Banten menuju Bandar Udara Depati Amir di Pangkal Pinang telah hilang kontak pada 29 Oktober 2018 pada sekitar pukul 06.33 WIB.

Pesawat dengan nomor registrasi PK LQP terakhir tertangkap radar pada koordinat 05 46.15 S - 107 07.16 E. Pesawat ini berangkat pada pukul 06.10 WIB dan sesuai jadwal akan tiba di Pangkal Pinang pada Pukul 07.10 WIB. Pesawat sempat meminta "return to base" sebelum akhirnya hilang dari radar.

Basarnas memastikan pesawat Lion Air JT 610 jatuh di perairan Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Sebagian korban dari pesawat nahas telah dievakuasi ke RS Polri Kramat Jati.

Pesawat itu membawa 189 penumpang, terdiri atas penumpang dewasa, satu penumpang anak-anak dan dua bayi dengan dua Pilot dan lima awak pesawat.

Baca juga: Cuaca baik pada hari kedua pencarian korban
Baca juga: Lima orang dari jajaran Kesehatan menjadi korban Lion Air JT 610

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018