Kami harapkan keluarga langsung korban yakni orang tua atau putra-putri dapat hadir di sini untuk melakukan pemeriksaan DNA
Jakarta (ANTARA News) - Tim Investigasi Korban Bencana (DVI) Polri berharap keluarga inti korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610 datang ke Rumah Sakit Polri Raden Said Sukanto, Jakarta, untuk mempermudah identifikasi korban.
"Kami harapkan keluarga langsung korban yakni orang tua atau putra-putri dapat hadir di sini untuk melakukan pemeriksaan DNA," ujar Kepala Rumah Sakit Polri Raden Said Sukanto, Kombes (Pol) Dr. Musyafak di Rumah Sakit Polri Raden Said Sukanto, Jakarta, Senin (29/10) malam.
Menurut Musyafak, kedatangan keluarga inti penting karena DNA merupakan satu-satunya cara yang dilakukan ketika kondisi fisik korban meninggal sudah tidak bisa dikenali.
"Pemeriksaan DNA itu sesuai dengan standar Interpol," kata dia.
Selain itu, dia melanjutkan, kehadiran keluarga dapat memperlancar proses pengumpulan data sebelum korban meninggal dunia (antemortem) yang nantinya dicocokkan dengan kondisi setelah meninggal dunia (postmortem).
Musyafak memaparkan, proses identifikasi korban melalui dua tahap yakni identifikasi primer dan sekunder. Identifikasi primer meliputi pemeriksaan sidik jari serta kondisi gigi geligi jenazah.
Kalau ini tak dapat dilakukan, mungkin karena ketiadaan sidik jari dan gigi, maka berlanjut ke identifikasi sekunder yakni properti yang digunakan korban sebelum meninggal seperti pakaian dan tanda-tanda khusus di tubuh layaknya bekas luka, tato atau bahkan cincin (ring) jantung.
"Jika tak bisa juga, maka korban bisa diketahui identitasnya dengan pemeriksaan DNA," tutur Musyafak.
Baca juga: 24 kantong jenazah masuk ke RS Polri
Dia menjelaskan, pemeriksaan DNA membutuhkan waktu empat sampai lima hari hingga didapatkan hasil yang akurat. Namun, dengan identifikasi primer dan sekunder, korban dapat dikenali dengan segera.
Untuk proses pengenalan jenazah korban Lion Air, pihak DVI Polri pun melibatkan lebih dari 15 orang pakar forensik bersama ahli lain seperti odontologi forensik, dokter gigi dan ahli DNA. Di antemortem pun ada tim khusus.
"Keluarga sebaiknya menunggu setelah memberikan data lengkap. Kami akan mengabarkan segera jika ada informasi baru. Keluarga bisa menunggu di Gedung Promoter Rumah Sakit Polri di mana di sana kami sediakan akomodasi dan televisi untuk memantau perkembangan," kata Musyafak.
Pesawat tipe Boeing 737 Max 8 dengan nomor penerbangan JT 610 milik operator Lion Air yang terbang dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten, menuju Bandara Depati Amir di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, dinyatakan hilang kontak pada Senin, 29 Oktober 2018 pada sekitar pukul 06.33 WIB.
Pesawat dengan nomor registrasi PK-LQP tersebut dilaporkan terakhir tertangkap radar pada koordinat 05 46.15 S - 107 07.16 E. Pesawat ini berangkat pada pukul 06.10 WIB dan sesuai jadwal akan tiba di Pangkal Pinang pada Pukul 07.10 WIB. Pesawat sempat meminta kembali ke tempat pemberangkatan semula atau "return to base" sebelum akhirnya hilang dari radar.
Badan SAR Nasional (Basarnas) memastikan pesawat Lion Air JT 610 jatuh di perairan Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Korban dari pesawat nahas akan dievakuasi ke RS Polri.
Pesawat itu sendiri membawa 189 penumpang yang terdiri dari penumpang dewasa, satu penumpang anak-anak dan dua bayi dengan dua pilot dan lima awak pesawat.
Baca juga: Wapres sebut penerbangan Indonesia diawasi lembaga internasional
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan buka posko informasi ahli waris korban
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018