... tarif murah menguntungkan konsumen, tapi pada sisi lain tarif murah juga menimbulkan pertanyaan apakah industri pesawat itu dikelola secara baik?...
Jakarta (ANTARA News) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mempertanyakan tarif murah yang ditetapkan Lion Air selama ini. Lion Air Grup menjadi salah satu pelopor utama maskapai penerbangan bertarif rendah di Indonesia dan ekspansi armadanya terjadi secara masif; pesanan pasti armada pesawat terbangnya pernah menjadi pembicaraan di kalangan penerbangan internasional karena jumlahnya yang hingga lebih dari 600 unit.
Senin pagi ini, satu pesawat terbangnya dengan nomor penerbangan JT 610 jatuh di perairan Tanjung Karawang, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
"Sebenarnya tarif murah menguntungkan konsumen, tapi pada sisi lain tarif murah juga menimbulkan pertanyaan apakah industri pesawat itu dikelola secara baik?", ujar Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo, di Jakarta pada Senin.
Industri penerbangan --berjadwal ataupun sewa-- merupakan salah satu bidang bisnis yang paling sarat regulasi walau pangsa pasar di subsektor ini masih menggiurkan. Indonesia pernah memimpin tingkat pertumbuhan pasar penerbangan tertinggi di Asia Pasifik, yaitu di atas 12 persen pada pertengahan dasawarsa 2000-2015.
Pada kelas penerbangan bertarif rendah, ada beberapa hal menyangkut kenyamanan pemakai jasa yang dihilangkan, di antaranya tiada suguhan makanan melainkan mereka harus membeli makanan-minuman yang disajikan secara berkeliling oleh pramugari atau pramugara. Juga jarak tempat duduk yang lebih sempit ketimbang kelas di atasnya, tiada sarana hiburan, hingga jumlah dan berat bagasi yang lebih sedikit dan ringan dibanding kelas di atasnya.
Walau pengurangan-pengurangan itu terjadi, namun memastikan standar baku mutu keselamatan dan keamanan penerbangan mutlak harus dilakukan manajemen maskapai penerbangan sesuai regulasi nasional dan internasional serta regulasi asosiasi kalangan profesional yang berlaku terkait dunia penerbangan.
Sudaryatmo menjelaskan, jika tarif murah dipasang Lion Air karena persaingan tidak sehat, maka itu mengancam keberlangsungan industri penerbangan itu.
YLKI menilai seharusnya tarif tiket pesawat dibuat rasional agar keselamatan penumpang dapat terjamin.
Selain tarif, indikator lainnya terkait manajemen PT Lion Air adalah penundaan penerbangan dan durasi antrian saat lapor diri (check in) yang terlalu lama serta kecelakaan penerbangan pesawat terbang Lion Air yang telah berkali-kali terjadi.
"Kementerian Perhubungan seharusnya memberi peringatan kepada maskapai penerbangan yang ketepatan waktu keberangkatannya di bawah 75 persen. Check in kadang sampai 30 menit, itu jauh dari kata standar pelayanan. Mengenai angka kecelakaan saya kurang tahu angka pastinya, tapi itu harus diminimalisir," jelas Sudaryatmo.
Sebelumnya, pesawat terbang Lion Air tipe Boeing B-737-8 MAX dengan nomor penerbangan JT 610 lepas landas dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Banten, menuju Bandar Udara Depati Amir, di Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, telah hilang kontak pada 29 Oktober 2018 pada sekitar pukul 06.33 WIB.
Pesawat yang mengangkut 189 orang di dalamnya itu lepas-landas pada pukul 06.10 WIB, dan jika sesuai jadwal akan tiba di Pangkal Pinang pada pukul 07.10 WIB.
Baru sekitar 13 menit mengudara, JT 610 sempat meminta kembali ke bandara keberangkatan alias return to base sebelum akhirnya hilang dari radar hingga akhirnya jatuh di Laut Jawa, yaitu di perbatasan perairan Tanjung Karawang dan Bekasi, tepatnya di perairan Pantai Tanjung Pakis, Desa Tanjung Pakis, Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Sebanyak tujuh kantong jenazah telah dibawa ke RS Kepolisian Indonesia dr Sukanto, Jakarta Timur, Senin sore. Tujuh kantung jenazah tersebut langsung dibawa ke ruang CT Scan Post Mortem Instalasi Kedokteran Forensik RS Kepolisian Indonesia dr Sukanto.
Pewarta: Tessa Aini
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018