Sidney (ANTARA News) - Para menteri Asia Pasifik menemui jalan buntu mengenai pernyataan umum atas perubahan iklim yang dilontarkan para pemimpin mereka pada akhir pertemuan sepekan, kata pejabat Jepang. "Jurang di antara negara anggota APEC tetap lebar," kata pejabat Kementerian Luar Negeri Jepang mengenai kondisi yang tidak jelas itu. Para menteri luar negeri dari forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC), yang beranggotakan 21 negara bertemu selama makan pagi yang djamu oleh Alexander Downer. "Kalangan menteri luar negeri menghadapi kemacetan karena prinsip mereka mengenai rincian pernyataan perubahan iklim," kata pejabat Jepang, sebagaimana dikutip AFP. "Satu kelompok utama tetap menentang dimasukkannya target angka dalam pernyataan para pemimpin APEC, meskipun Menlu Downer menekankan bahwa target itu tidak mengikat." Australia yang meletakkan isu perubahan iklim ini dalam agenda utama, mengusulkan pendekatan baru yang jauh bertolak belakang dengan Kyoto Protocol, perjanjian internasional yang paling utama mengenai perubahan iklim. Didukung AS, Australia beralasan bahwa Kyoto Protocol dirusak karena tidak adanya janji dari negara-negara berkembang -- seperti China dan India -- untuk memiliki target yang sama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari negara industri. Sementara itu, negara berkembang di pertemuan ini menahan tekanan dari AS dan Australia untuk menyetujui pernyataan yang akan mencakup target pengurangan emisi. Mereka mengatakan pekerjaan mengenai perubahan iklim harus dimotori oleh PBB yang akan menjadi tuan rumah dari pertemuan di Bali, Desember mendatang. (*)
Copyright © ANTARA 2007