KPK menyesalkan hal ini karena akan melemahkan fungsi krusial dari DPRD untuk melakukan `checks and balances`."

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga bahwa korupsi berupa pemberian hadiah atau gratifikasi terkait dengan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kerap terjadi.

"KPK menyesalkan hal ini karena akan melemahkan fungsi krusial dari DPRD untuk melakukan `checks and balances`," ujar Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif di Gedung KPK Jakarta, Sabtu.

Laode mengatakan bahwa KPK menilai korupsi yang terjadi di sektor kehutanan, perkebunan dan lingkungan hidup sangat merugikan banyak pihak dan lingkungan itu sendiri.

"Apalagi jika korupsi terjadi untuk menutupi adanya praktek pembuangan limbah pada lingkungan, seperti di danau tempat hidup dan tumbuhnya ekosistem, dimana di sana juga menjadi tempat bergantung hidup masyarakat setempat," kata Laode.

KPK kemudian mengimbau kepada semua pihak termasuk sektor swasta untuk menjankan bisnis yang berintegritas, mengikuti peraturan yang ada dan mengurus semua perizinan dengan menghindari praktik suap menyuap.

"Termasuk kewajiban untuk memelihara kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem, praktik yang kerap diabaikan para para pelaku usaha di sektor sumber daya alam," kata Laode.

Lebih lanjut Laode mengungkapkan bahwa pada 2016 KPK telah membuat kajian tentang Tata Laksana Mekanisme Pengurusan Izin Perkebunan Kelapa Sawit, yang meliputi izin-izin lokasi, izin lingkungan, Izin Usaha Perkebunan (IUP), SK Pelepasan Kawasan Hutan dan Hak Guna Usaha (HGU).

Dalam kajian tersebut ditemukan bahwa banyak sistem pengendalian perizinan usaha perkebunan tidak akuntabel untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha, tidak efektifnya pengendalian pungutan ekspor komoditas kelapa sawit, dan tidak optimalnya pungutan pajak sektor kelapa sawit oleh Direktorat Jenderal Pajak.

"Hasil kajian ini telah disampaikan kepada para pihak terkait untuk ditindaklanjuti dengan sejumlah rencana aksi," kata Laode.

Pada Sabtu (27/10) KPK menetapkan tujuh orang sebagai tersangka atas dugaan kasus korupsi di lingkungan DPRD Provinsi Kalimantan Tengah terkait dengan perizinan perkebunan kelapa sawit di sekitar wilayah Danau Sembuluh, Kalteng.

Adapun tersangka yang diduga sebagai pihak penerima berjumlah empat orang yaitu; Ketua Komisi B DPRD Provinsi Kalimantan Tengah Borak Milton (BM), Sekretaris Komisi B DPRD Provinsi Kalimantan Tengah Punding LH Bangkan (PUN), anggota Komisi B DPRD Provinsi Kalimantan Tengah Arisavanah (A), dan anggota Komisi B DPRD Provinsi Kalimantan Tengah Edy Rosada (ER).

Sedangkan pihak swasta yang diduga sebagai pemberi adalah Direktur PT BAP atau Wakll Direktur Utama PT SMART. Tbk (PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology) Edy Saputra Suradjat (ESS), CEO PT BAP Wilayah Kalimantan Tengah bagian Utara Willy Agung Adipradhana (WAA), dan Manajer Legal PT BAP Teguh Dudy Syamsury Zaldy (TDS).

Sementara itu TDS yang juga berstatus tersangka hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.

"KPK berharap kasus ini juga menjadi catatan bagi para kepala daerah ke depan untuk memastikan terkait penzinan-perizinan bagi pelaku usaha," pungkas Laode.

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018