Kami ingin agar inovasi harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat..

Jakarta (ANTARA News) - Oleh karena pengalaman tak mengenakkan menimpa keponakannya saat pulang sekolah, Ade Ahsan Nadzief (24) tak ingin kejadian serupa menimpa anak-anak lainnya.

"Waktu itu, ada keponakan saya yang berasal dari keluarga `broken home`. Pada saat pulang sekolah, dia dijemput ayahnya dan kemudian dibawa pergi," kata Ade yang saat itu menggunakan peci.

Butuh waktu lama dan menguras energi, hingga akhirnya keponakannya berhasil pulang ke rumahnya. Sejak itu, ia selalu khawatir bagaimana dengan keponakannya yang lain selepas pulang sekolah. Maklum keponakannya lebih dari lima orang.

Dari permasalahan itu, terciptalah sebuah alat bernama "Kid Tag". Alat yang berisi keping atau "chips" yang bertujuan melindungi anak dari penculikan atau hal yang tidak diinginkan.

"Kidtag ini adalah alat-alat yang digunakan dalam membantu sekolah dalam mengawasi kesalamatan anak muridnya di sekolah," ujar Ade.

Proses dari Kidtag sendiri dimulai murid melakukan "tapping" melalui gelang yang digunakan, agar penjaga sekolah mengetahui siapa yang akan menjemput.

Selanjutnya, penjemput juga melakukan "tapping" dengan menggunakan kartu penjemput. Pihak sekolah mengawasi proses pencocokan antara murid dengan penjemput tersebut.

Jika terjadi perubahan penjemput, orang tua bisa melakukan pembaharuan data melalui pihak sekolah.

Untuk mempermudah tugas penjaga sekolah dalam melakukan pengawasan muridnya, kata dia, dilakukan sistem verifikasi melalui foto.

"Kami berharap dengan alat ini, bisa mencegah penculikan anak sepulang sekolah," harap pria yang ingin selalu membuat inovasi untuk membantu permasalahan masyarakat itu.

Alat tersebut kini sudah diterapkan di sejumlah sekolah, seperti Nurul Fikri dan Madania.

Lampu Gravitasi

Lain Ade, lain pula Muhammad Ainur Roziqin (23). Lulusan Universitas Amikom Yogyakarta itu, membuat lampu gravitasi yang terinspirasi dari cara kerja jam bandul.

Lampu gravitasi merupakan lampu yang dapat menyala dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi. Lampu tersebut menyala dengan menggunakan pemberat.

"Cara kerjanya, pemberat (rata-rata 12 kilogram) menarik tali rantai dengan bantuan gaya gravitasi. Lalu, tali rantai yang tertarik memutar `gearbox` dengan torsi tinggi. Selanjutnya `gearbox` menggerakkan listrik untuk menyalakan lampu LED," jelas Ainur.

Lampu tersebut dapat menerangi satu ruangan dan bertahan hingga 30 menit. Setelah itu, pemberat harus ditarik kembali ke bawah agar lampu tersebut terus menyala.

Menurut Ainur, lampu tersebut mudah digunakan, tanpa mengeluarkan biaya dan bisa digunakan di mana saja.

Lampu itu diharapkan dapat menerangi masyarakat yang hidup di daerah terluar, terdepan dan tertinggal (3T) yang masih kesulitan mendapatkan akses listrik.

Selama ini, mereka masih menggunakan lampu minyak yang memiliki banyak risiko dan boros.

Kini produk inovasinya tersebut sedang diproduksi massal.

Ainur mengatakan pihaknya mendapatkan dana bantuan Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT) dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sebesar Rp300 juta.

"Dana bantuan ini tentu saja bermanfaat karena bisa digunakan untuk pemasaran, promosi, dan juga produksi," kata dia.

Lain lagi cerita Arif Muspita (24), lulusan Politeknik Negeri Batam. Berawal dari kerisauannya melihat banyaknya anak yang bermain gawai dengan materi yang kurang mendidik, ia dan temannya kemudian menciptakan "Puzzle Augmented Reality".

Anak bisa menyusun gambar, selanjutnya gambar itu dipindai dengan menggunakan gawai atau ponsel cerdas. Tak lama kemudian di ponsel muncul informasi menarik mengenai hewan yang ada di "puzzle" tadi.

"Awalnya tugas kuliah, mencari permainan anak yang bisa didigitalkan. Kami ketemu `puzzle` yang kemudian kami digitalkan," kata Arif.

Menurut Arif, anak-anak berusia dua hingga lima tahun sudah menggunakan ponsel cerdas. Untuk itu perlu adanya edukasi kepada anak-anak tersebut melalui permainan itu.

Saat ini, pihaknya telah membuat lebih dari 20 "puzzle" mengenai hewan. Arif juga merupakan salah satu penerima PPBT.

Mampu

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan jika masyarakat terus berinovasi, ia optimistis Indonesia akan mampu mengejar negara maju.

"Kami ingin agar inovasi harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan mampu menjawab permasalahan yang ada di masyarakat," kata dia.

Melalui semangat Sumpah Pemuda, ia berharap para pemuda di Tanah Air terus melakukan inovasi.

Menteri Nasir menambahkan bahwa inovasi tidak akan lahir tanpa adanya riset dan pengembangan.

Oleh karena itu, pihaknya terus mendorong agar akademisi terus melakukan riset dan pengembangan.

Inovasi pada 2014 hanya ada 15 inovasi, kemudian pada 2015 meningkat menjadi 52 inovasi. Pada 2016 juga meningkat menjadi 202 inovasi, dan selanjutnya pada 2017?terus meningkat menjadi 661 inovasi.

Guna mendorong dilakukannya inovasi, pihaknya memiliki berbagai program untuk pembudayaan kewirausahaan? dan peningkatan inovasi, baik di perguruan tinggi maupun masyarakat, yaitu melalui program PPBT dan Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT).

PPBT adalah program dana pembinaan yang diberikan kepada "tenant" PPBT melalui lembaga inkubator bisnis untuk menjalankan proses inkubasi terhadap perusahaan pemula sehingga siap untuk menjadi PPBT yang menguntungkan dan berlanjut.

CPPBT adalah program pendanaan yang diberikan melalui skema insentif yang ditujukan kepada dosen, mahasiswa, atau dosen dan mahasiswa melalui lembaga pengelola hasil riset dan pengembangan yang produknya sudah siap dikomersialkan.

"Melalui skema PPBT dan CPPBT, jumlah perusahaan pemula dan calon perusahaan pemula di Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya. Dari awalnya berjumlah 52 perusahaan pemula dan calon perusahaan pemula pada 2015 menjadi 956 di tahun 2018. Kita targetkan lebih dari 1.000 di tahun 2019," tutur Menristekdikti.

Tak hanya di kota, di desa pun inovasi juga dilakukan. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo mengatakan Program Inovasi Desa (PID) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan angka kemiskinan di desa-desa yang cukup signifikan.

"Dengan adanya PID ini, mampu menurunkan jumlah angka kemiskinan yang cukup signifikan di Indonesia. Terutama di desa-desa," kata dia.

Eko menjelaskan saat ini terdapat 30.000 inovasi desa yang telah dikumpulkan dalam bentuk dokumen tertulis maupun bentuk video yang telah dibagikan agar bisa ditiru oleh desa-desa lainnya supaya desa-desa menjadi lebih berkembang dan maju.

Ia juga berharap bagi desa yang sudah memiliki infrastruktur bagus untuk tidak lagi memanfaatkan dana desanya guna membangun infrastruktur dasar.

Dana desa diharapkan bisa diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan ekonomi desa.

Menteri Eko juga optimistis bahwa PID yang juga turut didukung oleh kementerian lainnya akan dapat menurunkan angka kemiskinan di desa secara signifikan pada tujuh tahun ke depan.
Baca juga: Mahasiswa ciptakan popok dari sabut kelapa, ini keunggulannya

Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018