Dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jumat, perwakilan puncak Indonesia di Arab Saudi itu mengungkapkan per 24 Oktober 2018, tempat penampungan WNI di dalam kompleks Kedutaan Besar Indonesia di Riyadh dihuni 196 WNI dengan status demikian. Mereka "kurang beruntung" mencari rezeki di Arab Saudi dan menemui berbagai persoalan di tengah perjalanan.
Sementara 21 orang yang bisa diterbangkan ke Indonesia pada 25 Oktober 2018, karena pengelola tempat penampungan WNI itu masih harus menyelesaikan “PR” untuk mengupayakan solusi kasus-kasus yang dihadapi 175 orang lain.
Perwakilan puncak Indonesia di Arab Saudi mengungkapkan, dari angka 196 itu, 58 di antaranya merupakan para pekerja yang datang ke Arab Saudi dengan visa ziarah (kunjungan), yang kemudian bekerja baik pada sponsor (pengundang) yang mendatangkan mereka maupun orang lain.
Para pekerja yang "kurang beruntung" ini terlunta-lunta di Arab Saudi karena “dijual” oleh sponsor (pengundang) kepada orang lain maupun kabur kemudian bekerja pada orang lain yang tak juga dikenalnya.
Permasalahan muncul ketika para WNI itu hendak pulang ke Tanah Air. Sponsor tidak membuatkannya iqamah (izin tinggal) bagi mereka, akibatnya mereka harus membayar banyak sekali denda yang jelas tidak mampu mereka bayarkan.
Jika sponsor (pengundang) melaporkan mereka kabur maka petugas imigrasi Arab Saudi tidak akan memperkenankan mereka keluar wilayah Arab Saudi kecuali setelah mendapat “pengampunan” dari sponsor (pengundang).
Belum lagi kasus lain yang ditimpakan kepada mereka, mulai dari tuduhan pencurian, asusila, atau gaji belum dibayarkan sehingga membuat WNI itu tak bisa mengurus ijin keluar.
Kedutaan Besar Indonesia di Riyadh tak henti-henti berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi untuk mencarikan solusi atas permasalahan ini.
Aturan setempat memang mengharuskan Kedutaan Besar Indonesia di Riyadh untuk lebih dahulu menginfokan kepada pihak Kementerian Luar Negeri Arab Saudi sebelum dapat berhubungan langsung dengan instansi terkait, itu pun setelah mendapat lampu hijau dari mereka.
Setelah berulang kali mengirim nota diplomatik dan tak jua terlihat titik terang penyelesaian, solusi baru dapat mulai terkuak saat pada 16 Oktober 2018, Pejabat Fungsi Konsuler 1/Koordinator Pelayanan Warga, Raden A Arief, berkoordinasi dengan Direktur Konsuler Kementerian Arab Saudi, Mohammed A Al Shammmery.
Pada hari berikutnya, Arief diterima Kepala Imigrasi Provinsi Riyadh, Mayor Jenderal Sulaiman Abdul Rahman Alsuhibani, yang dilanjutkan pertemuan pada hari berikutnya lagi dengan Direktur Urusan WNA Kantor Imigrasi Provinsi Riyadh, Brigadir Jenderal Nasir Abdulaziz Al Madhi.
Pada 18 Oktober 2018, Kedutaan Besar Indonesia di Riyadh mengajukan 54 WNI yang kondisinya terkatung-katung itu karena datang dengan visa kunjungan lalu tidak bisa keluar Arab Saudi akibat bermacam kasus yang dihadapi.
Setelah diverifikasi petugas Imigrasi dan Kepolisian Arab Saudi di Kantor Urusan Ketenagakerjaan Wanita Riyadh, 21 orang kemudian dapat memperoleh ijin keluar.
Dari 21 orang ini, sebagian sudah dilaporkan kabur oleh sponsornya kemudian mendapatkan “pengampunan” dari aparat negara.
Skema ini biasanya susah didapatkan dengan alasan negara tidak serta-merta dapat mengambil alih kewenangan warga setempat yang telah bersusah payah mendatangkan orang asing.
Sementara itu, 27 orang masih diproses di Kantor Imigrasi Riyadh justru karena belum dilaporkan kabur oleh sponsor mereka.
Ada pula di antara mereka yang sponsornya tidak melaporkan bahwa visa kunjungan mereka berakhir kemudian sponsor menyatakan siap bertanggung jawab atas administrasi kedaluwarsa visa.
Adapun enam orang sisanya masih harus berurusan dengan hukum karena adanya tuntutan mereka kepada sponsor yang mendatangkan atau majikan riil yang mempekerjakannya, baik soal gaji maupun hak-hak lainnya.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018