Strategi perbankan perlu ke arah sana, karena itu `income` yang `robust` terhadap perubahan suku bunga dan lain-lain. Jadi lebih stabil

Jakarta (ANTARA News) - Ekonom senior Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero menyarankan perbankan menggeser strategi pendapatan dari pendapatan bunga menjadi pendapatan jasa (fee based income) dalam menghadapi era suku bunga tinggi saat ini.

"Strategi perbankan perlu ke arah sana, karena itu `income` yang `robust` terhadap perubahan suku bunga dan lain-lain. Jadi lebih stabil," ujar Poltak di Jakarta, Jumat.

Poltak menuturkan marjin bunga bersih(NIM) perbankan di Indonesia memang relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu di sekitar lima persen. Namun ke depan marjin tersebut kecenderungannya akan terus turun.

"NIM itu kan makin lama akan makin tipis. Sementara pemberlakuan Basel III atau syaratnya `kan` lebih tinggi. Itu berarti manajemen risiko menjadi lebih ketat, kualitas jaminannya juga harus naik. Ini kan pasti berat bagi perbankan," kata Poltak.

Ia mencontohkan NIM perbankan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang hanya di kisaran 1-3 persen, namun tetap dapat tumbuh dan berkembang dengan baik kendati ada gejolak ekonomi global.

"Mereka masih bisa berkembang sementara tingkat suku bunganya rendah, `cost of fund` rendah. Kok mereka bisa? Ya karena pendapatannya berasal dari `fee based income.` Jadi ke depan, sebenarnya penting bagi bank itu perkuat pendapatan jasa," ujar Poltak.

Menurut dia, ke depan, bank-bank di Indonesia bisa menjadi "universal bank" di mana bank juga bisa masuk ke asuransi, pasar modal, ataupun lembaga keuangan lainnya, sehingga akan semakin banyak produk yang bisa ditawarkan kepada masyarakat.

"Bank bisa jual produk asuransi melalui bancassurance atau jadi agen penjual atas instrumen reksadana," ujarnya.

Saat ini, tutur Poltak, aset industri reksadana mencapai lebih dari Rp500 triliun. Angka tersebut masih relatif kecil dibandingkan dengan tetangga, sehingga potensi tumbuhnya masih sangat besar.

"Dibandingkan Thailand, per kapitanya sudah ekuivalen 1.000 dolar aset `under management` dari industri reksadana mereka. Kita itu baru 150 dolar. Jadi industri ini masih bisa berkembang delapan kali lipat dari sekarang," ujarnya.

Ia menegaskan bank-bank masih punya ruang yang besar untuk terus tumbuh dan berkembang. Poltak mencontohkan BCA yang berhasil mengoptimalkan pemasukan dari pendapatan jasa. Namun secara umum, ia menilai masih banyak bank yang belum siap karena keterbatasan sumber daya manusia.

"Kembali lagi pada kapabilitas, kapasitas manusia tiap bank itu beda-beda. Beberapa bank mungkin punya kesulitan karena kapasitas mereka belum cukup tinggi," ujar Poltak.

Baca juga: BTN : pendapatan perbankan digital naik 26,8 persen

Baca juga: Reksadana pendapatan tetap tertekan kenaikan bunga acuan

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2018