Jaarta (ANTARA News) - Praktisi media sekaligus mantan wartawan Tempo, Martin Alaida, menyoroti dan menanggapi secara serius keberpihakan seorang wartawan dalam pembuatan berita. Dalam sebuah diskusi yang bertajuk "Indepedensi Media di Era Pasar Bebas, Tempo Versus RGM" di Jakarta, Rabu, Martin menyatakan, penting bagi wartawan untuk dekat dengan narasumber, namun kedekatan itu tidak boleh memengaruhi pemberitaan. Sebab, kata Martin dalam diskusi yang digelar Ikatan Alumni Tempo tersebut, keberpihakan pada narasumber dalam penulisan berita akan merusak kredibilitas pers. Karena itu, wartawan harus mengedepankan kode etik."Kedekatan seorang wartawan dengan narasumber itu sangat penting. Tapi yang menjadi permasalahan adalah perekayasaan terhadap berita dikarenakan seorang wartawan dekat dengan narasumber tersebut," katanya.Dikatakannya, keharusan untuk mendapatkan berita yang benar sesuai dengan fakta membuat kedekatan seorang wartawan dengan narasumber memberi nilai lebih sepanjang tidak menggangu idealisme pemberitaan.Menurut dia, untuk mendapatkan pemberitaan yang benar penuh dengan tantangan investigasi, perlu terjun ke lapangan serta mengesampingkan unsur persaingan bisnis dalam pemberitaan. Oleh karena itu, Martin sangat menyesalkan jika terbukti benar keterlibatan wartawan Tempo dalam persaingan usaha para pengusaha besar dengan menawarkan data pajak gelap. Mencuat Kasus Tempo Vs RGM diawali dengan mencuatnya kasus pembobolan PT Asia Agri di Bank Fortis Singapura yang kini masih terus ditelusuri Polda Metro Jaya. Salah satu saksi yang masih ditunggu kesaksiannya adalah Meta Dharma S, wartawan Tempo. Polda Metro pada 14 Agustus memanggil Meta sebagai saksi. Meta harus menjelaskan hubungan komunikasi dengan tersangka Vincentius Amin Sutanto pada saat pelarian. Meta dan Vincentius disebut-sebut melakukan komunikasi lewat layanan pesan singkat (Short Message Service/SMS). Dalam SMS itu Meta disebut-sebut menawarkan data gelap tentang perusahaan tempat Vincentius bekerja dengan imbalan uang sebesar Rp70 juta, pada tempat transaksi di Jalan Denpasar Raya 2, Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam kasus ini, Vincentius Amin Sutanto, telah dinyatakan bersalah. Mantan Financial Controller Asian Agri ini dihukum 11 tahun penjara dengan denda Rp150 juta subsidair 6 bulan kurungan.Selain Vincent, Hendri Susilo dan Agustinus Ferry Sutanto, juga telah dinyatakan bersalah dalam kasus yang sama. Mereka divonis 8 tahun penjara. Tim penyidik menengarai kasus ini dilatarbelakangi oleh persaingan usaha. Mereka juga menduga ada konspirasi mendukung Vincent agar melanjutkan pelaporannya ke KPK yang menuding adanya penggelapan pajak yang dilakukan Raja Garuda Mas (RGM). Vincent dinyatakan bersalah karena telah memalsukan sejumlah identitas untuk membentuk 2 perusahaan, PT Asian Agri Jaya (AAJ) dan PT Asian Agri Utama (AAU). Kedua perusahaan ini dimanfaatkan untuk menampung uang yang semestinya masuk ke rekening sah perusahaan agro industri dari kelompok usaha Raja Garuda Mas itu.
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007