Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan tetap mengadili Pemimpin Redaksi (Pemred) tabloid Dwimingguan Investigasi, Eddy Soemarsono, setelah keberatan Eddy dan penasihat hukumnya dinyatakan ditolak. "Majelis memerintahkan jaksa, terdakwa dan penasihat hukum untuk melanjutkan persidangan," kata ketua majelis hakim Ketut Manika ketika membacakan putusan sela dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu. Pemred tabloid Dwimingguan Investigasi, Eddy Soemarsono, diadili atas berita tentang dugaan korupsi pengadaan mobil kebakaran yang melibatkan mantan Ketua Otoritas Batam Ismeth Abdullah. Berita tersebut dimuat di Tabloid Investigasi edisi 11, tanggal 11-30 Agustus 2006. Eddy didakwa melakukan pencemaran nama baik Ismeth yang kini menjabat sebagai Gubernur Kepulauan Riau (Kepri). Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Eddy dengan Pasal 310 ayat (2) dan Pasal 311 ayat (1) jo Pasal 316 KUHP serta Pasal 18 ayat (2) KUHP jo Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara. Dalam nota keberatan (eksepsi) setebal 48 halaman, Eddy menilai dakwaan JPU tidak cermat, karena menggabungkan ketentuan umum dengan UU Pers. Menurut dia, ketentuan pidana umum (KUHP) dan ketentuan pidana khusus (UU Pers) merupakan hal berbeda. Selain itu, Eddy juga keberatan dengan disertakannya UU Pers dalam surat dakwaan karena UU tersebut tidak digunakan dalam tahap penyidikan. Terhadap eksepsi tersebut, majelis hakim berpendapat pada dasarnya surat dakwaan JPU sudah cermat dan jelas. Surat dakwaan dikatakan cermat apabila disusun dengan hati-hati sesuai dengan perbuatan yang didakwakan. Sedangkan surat dakwaan disebut jelas jika tidak menimbulkan keraguan. Majelis hakim juga menilai penggunaan UU Pers dalam surat dakwaan adalah sah, meski UU itu tidak digunakan selama proses penyidikan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007