Jakarta (ANTARA News) - Saat ini persaingan antar operator telekomunikasi di Indonesia sangat ketat dan terjadi perang harga di antara mereka, sehingga kekhawatiran adanya persekongkolan di industri ini sepertinya tidak terjadi di pasar. "Sehingga tentu saja secara umum masyarakat diuntungkan dengan perkembangan baru tersebut baik karena harga yang terus-menerus turun dan pelayanan yang bersaing antara satu operator dengan operator lain," kata pengamat ekonomi Sri Adiningsih dalam hasil penelitiannya yang diperoleh di Jakarta, Rabu. Adiningsih, anggota Tim Peneliti "Restructuring the Telecommunications Industry: An Assessment on Industry Structure after Duopoly in Indonesia" (Restrukturisasi Industri Telekomunikasi: Sebuah Penilaian Struktur Industri setelah Duopoli di Indonesia tahun 2007" mengatakan, bahkan dari promosi yang dilakukan operator telepon terlihat tarif promosi yang ditawarkan luar biasa murahnya. Perkembangan akhir-akhir ini bahkan menunjukkan persaingan dengan menawarkan pulsa ataupun layanan pesan singkat (SMS) gratis dengan kondisi tertentu juga terjadi. Hal ini wajar pada tahap awal perkembangan pasar yang masih mencari keseimbangan, katanya. Hasil penelitian yang dikeluarkan Agustus 2007 itu menyebutkan, berdasar data Oktober 2006 PT Bakrie Telecom (Esia) adalah operator yang menerapkan harga murah (Rp50 per menit antar pelanggan on-net-operator yang sama), dan Rp800 per menit untuk panggilan ke pelanggan off-net (dengan operator lain). Sedangkan untuk telepon bergerak, PT Mobile-8 (Fren) tarifnya Rp275 untuk menit pertama dan Rp14 untuk tiap menit berikutnya untuk on-net, dan Rp800 per menit untuk panggilan off-net. "Jelas dapat dilihat bahwa kedua operator tersebut menggunakan strategi tarif murah untuk menyaingi pesaingnya. Jadi dapat dilihat bahwa new comer (pendatang baru) menggunakan tarif rendah untuk penetrasi pasar. Demikian juga pemain lama (incumbent) juga tidak mau kalah, mereka menerapkan hal yang sama. Sehingga perang harga antar operator tak terelakkan," katanya. Selain itu tarif promosi juga banyak dilakukan oleh operator, di antaranya PT Excelcomindo Pratama menurunkan tarifnya sebesar kira-kira Rp149 per 30 detik, sementara Simpati (PT Telkomsel) memberlakukan tarif Rp300 per menit untuk pelanggan yang melakukan panggilan antara pukul 23.00 hingga 07.00. PT Indosat (Mentari) bahkan memberikan gratis kepada pelanggan yang melakukan panggilan antara pukul 00.00 hingga 05.00. Gambaran tersebut mengindikasikan bahwa industri telekomunikasi baik untuk jaringan tetap tanpa kabel dan seluler di Indonesia pada saat ini telah memasuki situasi "perang tarif", sementara para operator baru berusaha memaksimalkan kapasitas jaringan yang dimilikinya. Perkembangan akhir-akhir ini bahkan menunjukkan perang tarif yang semakin gencar sehingga banyak operator yang menawarkan berbagai keuntungan seperti antara lain roaming gratis, tarif telepon interlokal sama dengan tarif lokal, dan bonus pulsa. Adanya perang tarif antar-operator tersebut menyebabkan tarif telepon seluler cenderung mengalami penurunan. Kecenderungan turunnya tarif seluler sebagai akibat perang tarif antar operator mengindikasikan bahwa persaingan antar-operator seluler semakin ketat. Hingga saat ini di Indonesia telah hadir 10 operator yaitu Telkom, Telkomsel, Indosat, Excelcomindo (XL), Hutchison (3), Sinar Mas Telecom, Sampoerna Telecommunication, Bakrie Telecom (Esia), Mobile-8 (Fren), dan Natrindo Telepon Selular (sebelumnya Lippo Telecom). Dari jumlah ini, pelanggan fixed phone sekitar 9 juta dan pelanggan selular 64 juta pada 2006. Kalau dibagi berdasarkan platform yang digunakan, pemakai GSM selular sebanyak 88 persen, CDMA selular 3 persen, dan CDMA fixed wireless access (FWA) 9 persen. Namun dari sepuluh operator itu hanya 3 operator yang memiliki pangsa pasar lebih dari 5 persen yaitu Telkomsel, Indosat dan Excelcomindo. Hal ini menyebabkan tingkat persaingan antar operator di Indonesia mengalami peningkatan. Sementara para pelanggan telepon seluler juga menikmati manfaat dari persaingan tersebut.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007