Akhirnya ketemulah KSA yang dikembangkan BPPT

Jakarta (ANTARA News) - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan metode Kerangka Sampel Area (KSA) merupakan metode terbaik dalam perhitungan data produksi padi yang nantinya digunakan sebagai acuan data nasional.

Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS Jakarta, Rabu, menjelaskan bahwa KSA merupakan metode perhitungan luas panen, khususnya tanaman padi, dengan memanfaatkan teknologi citra satelit yang berasal dari Badan Informasi dan Geospasial (BIG) dan peta lahan baku sawah yang berasal dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

"Pada waktu ditugaskan Wakil Presiden, kami mencari metodologi yang paling bagus. Akhirnya ketemulah KSA yang dikembangkan BPPT, yang telah mendapat penghargaan dari LIPI sebagai The Best Innovation," kata Suhariyanto.

Ketidakakuratan data produksi padi telah diduga oleh banyak pihak sejak 1997. Studi yang dilakukan BPS bersama Japan International Cooperation Agency (JICA) pada 1998 telah mengisyaratkan kelebihan estimasi luas panen sekitar 17,07 persen.

BPS pun bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Badan Informasi dan Geospasial (BIG) serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), berupaya memperbaiki metodologi perhitungan produksi padi menggunakan KSA.

Ada pun perhitungan produksi beras dimulai dengan verifikasi luas lahan baku sawah berdasarkan Ketetapan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 339/Kep-23.3/X/2018 tanggal 8 Oktober 2018.

Luas lahan baku sawah ditetapkan sebesar 7,1 juta hektare atau lebih rendah dari Surat Keputusan yang sama di 2013 sebesar 7,7 juta ha.

Selanjutnya, BPS melakukan perhitungan luas panen dengan metode KSA yang dikembangkan BPPT. Pengumpulan data tersebut diambil dari empat peta, yakni peta rupa bumi, peta administrasi, peta lahan baku sawah, dan peta tutupan lahan.

BPS pun melakukan pengambilan sampel secara statistik untuk mengetahui fase pertumbuhan padi yang diamati. Dengan pengamatan setiap bulan, BPS mendapatkan data produksi dan potensi hingga tiga bulan ke depan.

Dalam pengamatan pertumbuhan padi ini, BPS juga melibatkan para ekonom di sektor pangan untuk menjaga transparansi data.

"Ketika para ekonom datang ke sana, masukan-masukan itu kami akomodir sehingga metode semakin sempurna karena transparansi itu yang paling penting," kata Suhariyanto.

Setelah menetapkan produktivitas per hektare, BPS dapat menetapkan angka konversi dari Gabah Kering Panen (GKP) ke Gabah Kering (GKG) dan angka konversi dari GKG ke beras.

Ada pun data produksi beras diambil dari verifikasi luas lahan baku sawah di 16 provinsi yang merupakan sentra produksi beras dengan kontribusi mencapai 87 persen.

BPS menyatakan bahwa metode KSA yang dapat melihat potensi produksi hingga tiga bulan ke depan, ini akan menggantikan data Angka Ramalam (Aram) yang selama ini digunakan untuk menghitung produksi beras nasional.

"Kami tidak akan mengeluarkan Aram lagi, tetapi data ini yang kita keluarkan. Nanti akan dipertimbangkan mau rilis berapa kali, tapi yang jelas angka itu untuk bulanan dan kami bisa melihat potensi ke depan," kata Suhariyanto.

Baca juga: BPS gunakan kerangka sampel area hitung produksi beras

Baca juga: Darmin: data beras untuk keputusan lebih tepat

Baca juga: Pengamat: Kesalahan data beras tanggung jawab Mentan

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018