Tersumbatnya pintu air Manggarai akan menyebabkan banjir di Jakarta Pusat, Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.

Jakarta (ANTARA News) - Gerobak-gerobak penjaja jas hujan berderet di sisi ujung Jalan Matraman Jakarta Timur. Pedagangnya menawarkan aneka model jas hujan kepada pengguna jalan yang melintas di jalan di kawasan Jatinegara itu.

Beragam harga ditawarkan, mulai dari Rp15 ribu hingga puluhan ribu rupiah, bahkan ratusan ribu per buah.

Penjualan jas hujan tampak semakin marak dalam beberapa hari terakhir. Hal itu menandakan meningkatnya permintaan dan kebutuhan masyarakat akan jas hujan. Permintaan yang meningkat menunjukkan bahwa Jakarta telah memasuki musim hujan.

Yang terjadi memang Jakarta mulai diguyur hujan setelah beberapa bulan lalu melalui musim kemarau.

Pergantian musim dari kemarau ke musim hujan ini diantisipasi warga dengan beragam langkah, selain persiapan jas hujan, payung, topi, perlengkapan tahan air seperti sepatu, termasuk menyediakan perlengkapan berkendara saat terjadi hujan.

Warga tampaknya juga mulai sibuk dalam perbaikan atap rumah, juga membersihkan selokan guna memperlancar aliran air jika hujan deras turun lebih lama.

Namun yang sangat penting adalah bagaimana kesiapan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengantisipasi masalah banjir. Ini adalah hajat rutin setiap mendekati akhir tahun sejak dulu hingga saat ini.

Dataran Rendah

Sebagai wilayah dataran, banjir merupakan ancaman yang masih menjadi pekerjaan berat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dalam peta topografi sangat jelas tergambar bahwa Jakarta berada di pinggir teluk dan merupakan dataran rendah bila dibanding dengan wilayah selatan dan timur.

Topografi yang rendah dibanding wilayah sekitarnya itu ditandai dengan banyaknya sungai yang mengalir dan melintasi menuju Teluk Jakarta. Data menunjukkan bahwa ada 13 sungai melintasi Jakarta.

Kota metropolitan ini memang dikepung sungai dari tiga penjuru. Setiap puncak musim hujan inilah sungai-sungai itu sering meluap dan menggenangi wilayah.

Umumnya sungai-sungai itu merupakan anak-anak sungai dari Sungai Ciliwung dari wilayah selatan, yakni Bogor (Jawa Barat). Sedangkan dari arah barat (Provinsi Banten) ada Sungai Cisadane yang masuk ke Jakarta.

Dari timur ada Kalimalang yang mengalirkan air dari wilayah Purwakarta dan Karawang. Ini menambah beban pekejaan menangani masalah kelebihan air di musim hujan.

Dari wilayah utara ada Teluk Jakarta yang juga potensial menyumbang berlimpahnya air di Jakarta. Bahkan ancaman dari utara terjadi setiap waktu misalnya di saat bulan purnama tiba, dengan situasi yang biasa disebut sebagai banjir rob.

Ancaman dan potensi banjir di Jakarta tentu saja juga berasal dari atas, yaitu hujan. Kalau hujan terus-menerus tanpa diimbangi dengan drainase yang memadai, maka di situlah ancaman menjadi kenyataan.

Kalau selokan kurang mampu menampung aliran air hujan, maka air pun melimpas ke mana-mana, alamat banjir datang seketika. Apalagi kalau selokan itu penuh sampah, banjir sedikit saja jalanan tergenang air dan menjadi awal terjadinya kemacetan parah.

Air yang seharusnya langsung mengalir ke sungai, juga tidak bisa tertampung lagi jika hujan deras berlangsung berjam-jam lamanya berhubung sungai di Jakarta juga makin menyempit dan berkurang kemampuannya menampung air.

Maka lengkaplah potensi ancaman banjir di wilayah Jakarta. Dari arah selatan, barat, timur, utara dan dari atas! Inilah pekerjaan berat dan rutin yang masih menjadi masalah dan harus diselesaikan oleh jajaran pemerintah beserta pihak terkait, termasuk warganya.

Baca juga: Jakarta rentan banjir karena keterbatasan resapan

Pintu Air

Salah satu simpul penyebab banjir di Jakarta adalah sampah. Di saat puncak hujan terjadi, sungai-sungai sudah sangat terbebani air dari arah selatan.

Momok banjir semakin menjadi kenyataan manakala aliran sungai-sungai itu disertai sampah. Tidak ada sampah saja, aliran sungai potensial meluap, apalagi disertai sampah yang menyumbat pintu-pintu air.

Pekerjaan membersihkan sampah di pintu-pintu inilah yang tampaknya sedang menjadi fokus. Salah satunya di pintu air Manggarai Jakarta. Sejak Sabtu (20/10) sampah di pintu air Manggarai semakin meningkat.

Menurut Rohmat, seorang petugas Unit Pengelola Kebersihan Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, lebih dari 100 truk sudah mengangkut puluhan ton sampah. Itu dari beberapa kali hujan pada pekan lalu.

Sampahnya juga berbagai jenis, mulai plastik, kardus, ranting pohon yang berukuran cukup besar hingga sampah rumah tangga. Proses pemindahan sampah dari pintu air Manggarai dilakukan dengan alat berat sehingga memudahkan petugas untuk mengambil sampah.

Pintu air Manggarai adalah simpul aliran terpenting. Tersumbatnya pintu air ini akan menyebabkan banjir di Jakarta Pusat, Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.

Karena itu menjaga pintu air ini dari sumbatan sampah dan menjamin kelancaran aliran air saat hujan adalah sangat penting. Kalau sampah di pintu air Manggarai tidak segera diangkut maka pintu air akan tersumbat dan air akan meluap ke permukaan.

Sampah yang diangkut dari pintu air Manggarai tersebut dibuang ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST ) di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat.

Upaya itupun mendapat apresiasi dari warga yang bertempat tinggal di sekitar pintu air Manggarai. Salah satunya, Mahmudin yang mengatakan daerah Jalan Tambak sekitar pintu air Manggarai biasanya tidak terkena dampak banjir.

Tetapi ketika debitnya meningkat, sampah menyumbat aliran air di sungai kemudian air meluap ke permukiman warga.

Di kawasan Jalan Tambak ini lokasinya memang cukup tinggi sehingga jarang terkena banjir. Tetapi permasalahan yang sering dihadapi, yaitu air meluap ketika debit air pintu air Manggarai tinggi, kemudian tersumbat sampah.

Mahmudin juga mengatakan masalah sampah di pintu air Manggarai sudah bisa ditangani cukup cepat oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Sebab jika debit air di pintu air Manggarai meluap, airnya bisa keluar dari sela gorong-gorong di sekitar permukiman warga.

Baca juga: Wagub DKI minta SKPD antisipasi banjir

Masih Normal

Untuk sementara warga jakarta bisa lega karena adanya upaya serius mengantisipasi banjir. Apalagi meski telah beberapa kali hujan, debit air di pintu air ini masih normal.

Petugas Dinas Sumber Daya Air (DSDA) DKI Jakarta, Jamal mengatakan, debit air di pintu air Manggarai masih dalam batas normal, yaitu siaga 4 dengan ketinggian 700 centimeter (cm).

Debit air di pintu air Manggarai hingga 24 Oktober 2018 masih dalam batas normal. Namun petugas tetap waspada dan selalu berkoordinasi serta berkomunikasi dengan petugas jaga di Bendungan Katulampa Bogor.

Apabila debit air Sungai Ciliwung di Bendungan Katulampa Bogor tinggi maka petugas jaga di pintu air Manggarai siap bergerak cepat mengantisipasi hal tersebut.

Kondisi di Katulampa adalah simpul perkembangan untuk Jakarta. Ketinggian debit air di sana akan menjadi patokan terjadinya banjir di Jakarta. Bahkan bisa diperkirakan jam mulai terjadinya banjir di Jakarta.

Dengan demikian, koordinasi dan komunikasi antara penjaga pintu air Manggarai dengan penjaga di Bendungan Katulampa sangat penting.

Menghadapi musim hujan ini, DSDA DKI Jakarta terus memantau perkembangan debit air di pintu air Manggarai. Apabila debit air meningkat, penjaga pintu air Manggarai akan memberikan informasi kepada masyarakat Jakarta untuk waspada.

Jika akhirnya terjadi bencana banjir, warga akan diminta untuk mengevakuasi diri ke tempat yang lebih aman.

Tak berlebihan kiranya apabila warga menyandarkan harapan yang demikian besar terhadap upaya mengantisipasi banjir. Karena pengalaman telah terukir betapa tersiksanya terkena musibah banjir.

Baca juga: Puluhan titik saluran air Jakbar siap hadapi hujan
Baca juga: Jakarta Selatan mengantisipasi banjir

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018