Jakarta (ANTARA News) - Bank Pembangunan Asia (ADB) mendukung upaya pemerintah Indonesia dalam menurunkan tingkat kekurangan gizi di antara anak-anak dan perempuan hamil miskin, selaras dengan tujuan pembangunan milenium PBB (MDGs). ADB menyatakan dukungan itu dalam situsnya yang dipublikasikan dari Manila, Filipina, Rabu, dengan mengungkapkan bahwa pihaknya akan menyediakan pinjaman 50 juta dolar AS untuk membantu keuangan perbaikan gizi melalui proyek pemberdayaan masyarakat, yang diperkirakan menelan total biaya 71,4 juta dolar AS. Sementara itu, kekurangan dananya akan ditutup oleh pemerintah Indonesia. Disebutkannya, tingkat gizi yang diperbaiki di antara anak-anak dan perempuan akan berdampak secara langsung dalam pencapaian MDGs yang terkait dengan kemiskinan dan kelaparan, pendidikan dasar, tingkat kematian anak, kesehatan ibu dan memberantas penyakit HIV/AIDS, malaria dan lainnya. Bantuan teknis sebesar 500 ribu dolar AS ditujukan untuk memperkuat dalam perencanaan dan penganggaran program gizi di tingkat lokal dan nasional. "Telah diketahui bahwa kekurangan gizi menggerogoti pertumbuhan ekonomi dan melanggengkan kemiskinan. Karena itu proyek itu akan mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi dan mencegah kekurangan gizi untuk sekitar 1,48 juta anak usia bawah lima tahun (balita) dan perempuan hamil sebanyak 500 ribu di sekitar 4.000 wilayah urban dan wilayah kantong kemiskinan," kata Spesialis Sektor Sosial ADB wilayah Asia Tenggara, Barbara Lochmann. Menurut dia, sudah jelas bahwa kerusakan besar akibat kekurangan gizi mulai di kandungan dan selama dua tahun pertama kehidupannya. "Ini mengakibatkan kecerdasan rendah dan mengurangi ketahanan fisik, serta menghasilkan produktivitas rendah. Selain itu urbanisasi memperburuk perubahan menuju gaya hidup mapan dengan pengaturan gizi lemak tinggi, khususnya bagi warga miskin urban." Dikatakannya proyek itu akan fokus pada pembangunan institusi dalam hal kebijakan, program dan pengawasan gizi; perbaikan fasilitas dan jasa nutrisi berbasis masyarakat; penguatan kapasitas masyarakat dalam menjaga gizi, higinitas dan sanitasi; meningkatkan advokasi bagi pembuat keputusan dan komunikasi makanan; serta penyediaan dukungan manajemen proyek. Ini merupakan proyek investasi gizi pertama ADB dan proyek gizi pertama pemerintah Indonesia setelah desentralisasi pada 2001. "Proyek ini merupakan investasi penting untuk mendukung Indonesia mencapai MDGs dan mengurangi kemiskinan. Hasil dalam pemberian gizi sangat tinggi, di atas proyek pengendalian malaria, air dan sanitasi," kata Lochmann. Sekarang ini 28 persen anak balita kurang berat badannya di Indonesia. Hal ini mengakibatkan sekitar 5 juta anak balita mengalami pertumbuhan, kondisi dan perkembangan karakter yang rendah. Menurut dia, hal itu sudah diketahui secara luas bahwa kekurangan gizi pada anak-anak akan menurunkan pendaftaran dan prestasi sekolah dan membawa ancaman jangka panjang bagi kesehatan reproduksi anak-anak perempuan dan produktivitas orang dewasa. ADB mencatat, beberapa faktor telah mempengaruhi penurunan status gizi, di antaranya penerapan desentralisasi tahun 2000 yang membawa akibat buruknya kualitas jasa kesehatan, yang mencakup program dan pemeliharaan gizi. Selain itu, kekurangan gizi ini juga akibat krisis keuangan Asia tahun 1997 yang membuat inflasi tinggi sehingga harga-harga makanan naik dan mengurangi akses warga miskin dalam mendapatkan jasa sosial dan makanan. Di samping itu terjadi pemberian ASI yang tak sepenuhnya khususnya dalam kurun 6 bulan pertama. Lemahnya akses ke air bersih dan sanitasi juga menyumbang terjadinya penyakit yang terkait diare, yang telah berdampak merusak status gizi anak-anak dan akhirnya urbanisasi telah merusak transisi menuju gaya hidup lebih mapan dan peningkatan gizi lemak tinggi bagi warga miskin. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007