Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, George W. Bush, pada Sabtu pagi (8 September 2007) di Sydney, Australia, di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). "Kedua pihak akan membahas isu perubahan iklimj (climate change), selain juga hubungan bilateral, regional dan internasional," kata Jurubicara Kepresidenan, Dino Patti Djalal, kepada pers di Istana Negara, Jakarta, Rabu. Meski demikian, Dino menjelaskan, rencana pertemuan kedua kepala negara masih terus dibicarakan untuk dimatangkan. "Tetapi yang sudah dikonfirmasi adalah pembicaraan soal "climate change" karena Indonesia sangat berkepentingan soal masalah perubahan iklim terkait ancaman pemanasan global, sedangkan AS merupakan salah satu negara yang memberi inisiatif soal isu tersebut," ujar Dino. Menurut Dino, perhatian AS terhadap isu pemanasan global juga ditunjukkan dengan rencana negara adidaya itu memasukkan agenda "climate change" pada pertemuan "Major Economist" di Washington DC, pada 27 September 2007. "Pertemuan "Major Economist" yang merupakan inisiatif AS itu akan mengundang Indonesia sebagai negara yang memiliki peran penting dalam diplomasi perubahan iklim," ujar Dino. Terkait dengan dugaan bahwa pertemuan 27 September 2007 di Washington DC, merupakan upaya AS untuk menunda pertemuan "global warning" di Denpasar, Bali, pada Desember 2007, Dino mengatakan tidak melihat adanya kebenaran isu itu. "Saya tidak bilang begitu. Dari komunikasi pejabat AS termasuk yang datang ke Indonesia untuk menyampaikan undangan Bush, justru ada sinergi agar "climate change" dapat dibawa mulai dari pertemuan APEC, di Sydney, diteruskan ke New York pada pertemuan "climate change" pada Sidang Tahunan PBB, yang dilanjutkan dengan pertemuan di Bali," tegas Dino. Menurut Dino, isu perubahan iklim pada KTT APEC merupakan hal yang menarik, karena pertemuan itu diikuti sejumlah negara besar, seperti AS, China dan Jepang, atau negara-negara yang penting dalam pembicaraan soal perubahaan iklim. Harus ada lobi dan sinergi antarnegara karena pertemuan demi pertemuan merupakan bagian dari usaha global secara bersama-sama bersama untuk mencapai konsensus perubahan iklim. "Memang ada perbedaan pendapat, antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang terutama yang punya hutan, seperti Indonesia, Malaysia, dan Papua Nugini, namun dalam hal mengantisipasi pemanasan global semua negara tidak ada yang bersaing, tetapi untuk mencapai satu tujuan yang sama. " katanya. Ia berpendapat, masalah perubahan iklim bukan sesuatu yang tidak dapat dijembatani, tetapi Indonesia harus meyakini pada pertemuan di Bali soal "climate change" akan tercipta regim global yang diikuti semua pihak. (*)
Copyright © ANTARA 2007