Jakarta (ANTARA News) - Plastik sekali pakai dari perusahaan produsen barang kebutuhan sehari-hari akan menjadi polusi masa depan menurut survei komprehensif Greenpeace International.
Global Plastics Project Leader Greenpeace Indonesia Ahmad Ashov dalam keterangan tertulisnya, Selasa, mengatakan kekuatan dominan di balik model ekonomi plastik sekali pakai mendorong krisis sampah di masa depan.
Ia menjelaskan bahwa tak satu pun perusahaan yang disurvei punya rencana untuk mengerem produksi plastik kemasan sekali pakai yang terus meningkat.
"Model bisnis mereka saat ini didasarkan pada asumsi bahwa pada akhirnya semua kemasan plastik dapat dan akan dikumpulkan dan didaur ulang menjadi kemasan atau produk baru," kata dia.
"Sektor ini harus mengubah model bisnisnya dan bersiap untuk dunia di mana produk dan kemasan sekali pakai tidak lagi dapat diterima," ia menambahkan.
Barang konsumsi dengan perputaran cepat (Fast Moving Consumer Goods/FMCG) merupakan salah satu industri terbesar di dunia. Sebagian besar perusahaan FMCG tumbuh satu hingga enam persen setiap tahun. Jika tren saat ini berlanjut, penggunaan plastik sekali pakai akan meningkat secara paralel.
Menurut Ahmad, empat perusahaan yang melaporkan penjualan tertinggi produk dengan plastik sekali pakai (Coca Cola, PepsiCo, Nestle dan Danone) juga merupakan empat merek teratas dalam laporan audit merek Break Free From Plastic yang dirilis baru-baru ini, yang diawali dengan 239 kegiatan bersih-bersih di 42 negara.
Sementara laporan A Crisis of Convenience: The corporations behind the plastics pollution pandemic berfokus pada sebelas perusahaan FMCG terbesar mulai dari Coca-Cola Company, Colgate-Palmolive, Danone, Johnson & Johnson, Kraft Heinz, Mars, Nestl?, Mondelez, PepsiCo, Procter & Gamble dan Unilever.
"Temuan-temuan utama dari survei yang telah dilakukan tersebut menemukan bahwa, pertama, kemasan sekali pakai adalah sistem utama yang digunakan oleh semua perusahaan FMCG, tanpa tanda-tanda perubahan."
Selain itu, tidak satupun dari perusahaan FMCG yang disurvei memiliki strategi komprehensif yang mencakup komitmen untuk beralih dari plastik sekali pakai, dan sebagian besar perusahaan FMCG terus meningkatkan jumlah kemasan plastik sekali pakai dan limbah yang mereka hasilkan.
Sebagian besar perusahaan FMCG juga hanya mengetahui atau mengungkapkan sedikit saja tentang jumlah kemasan mereka yang didaur ulang, dan bahkan lebih sedikit lagi tentang tujuan limbah plastik mereka setelah dikonsumsi menurut temuan Greenpeace.
"Meskipun mempunyai jejak plastik yang signifikan, solusi utama yang dieksplorasi oleh bisnis hanya berkenaan dengan komposisi kemasan yang dapat didaur ulang dan proses daur ulang itu sendiri, bukannya mengurangi atau menciptakan sistem pengemasan baru," menurut organisasi lingkungan global itu, yang juga menyebut kurangnya transparansi di sektor ini dan sedikitnya perusahaan FMCG yang bersedia untuk mengungkapkan data penting tentang penggunaan plastik mereka.
Baca juga:
Sampah plastik ancam lingkungan pesisir Jakarta
Kendalikan sampah plastik dari sekolah
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018