New York (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia terus berupaya menangkal Rancangan Undang-undang (RUU) yang melarang peredaran rokok mengandung cengkeh dan rokok bercita rasa lainnya, yang sedang dibahas oleh Senat AS, demikian diungkapkan Duta Besar Indonesia untuk AS, Sudjadnan Parnohadingrat, Selasa. Isi RUU yang bernama "Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act" itu dianggap Indonesia selain dapat mengancam terhentinya perdagangan rokok kretek Indonesia ke AS, juga mengandung unsur diskriminatif, yaitu hanya melarang cengkeh tetapi tidak melarang menthol yang terkandung dalam rokok. "Kita menyampaikan keberatan karena dua hal itu. Karenanya kita terus berupaya untuk menangkal RUU tersebut," kata Sudjadnan. Untuk menangkal RUU tentang pelarangan cengkeh, kata dia, pihaknya bekerja sama dengan industri rokok Indonesia yang diwakili oleh Specialty Tobacco Council (STC) melakukan pendekatan kepada berbagai pihak di Kongres AS -- baik Senat maupun DPR -- serta kepada lembaga pemerintah, United State Trade Representative (USTR). "Argumen-argumen yang kami (Pemerintah RI dan STC, red) sampaikan adalah argumen yang berbasis masalah perdagangan, di mana larangan terhadap cengkeh sebagai rasa di dalam tembakau rokok dapat merupakan pelanggaran terhadap beberapa peraturan atau persetujuan internasional," kata Sudjadnan. Seperti diketahui, Senator Edward Kennedy sebagai Ketua Komite Senat tentang Kesehatan, Pendidikan, Buruh dan Papan (HELP) beberapa waktu lalu telah memperkenalkan kembali RUU Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act yang melarang peredaran rokok mengandung cengkeh maupun cita rasa lainnya -- namun tidak memberlakukan larangan terhadap jenis rokok yang mengandung menthol -- setelah tahun lalu RUU tersebut gagal disahkan oleh Kongres. Pelarangan rokok mengandung cengkeh itu didasarkan atas kekhawatiran sebagian pihak di AS bahwa rokok jenis tersebut akan mengakibatkan semakin banyaknya generasi muda AS menjadi pecandu rokok. Menurut Sudjadnan, setidaknya ada empat poin yang menjadi dasar argumen keberatan Indonesia. Pertama, mengacu kepada Artikel XX GATT (Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan), Indonesia mengingatkan bahwa setiap negara dalam mengeluarkan peraturan tidak boleh diskriminatif dan peraturan yang bersangkutan tidak digunakan sebagai proteksi terselubung. "RUU itu sendiri (yang sedang dibahas di Senat AS, red) diskriminatif dan protektif karena melarang cengkeh, tapi tidak melarang menthol," katanya, mengingatkan. Kedua, papar Sudjadnan, peraturan yang dikeluarkan harus berdasarkan bukti dan prinsip ilmiah serta hasil dari penilaian soal rIsiko yang ditimbulkan. "Dalam kasus ini, belum ada bukti ilmiah dan `risk assessment` yang menunjukkan bahwa rokok yang mengandung cengkeh atau rasa lainnya lebih berbahaya dibandingkan rokok menthol," cetusnya. Ketiga, katanya, hasil studi menunjukkan bahwa perokok kretek di AS hanya mencakup 0,1 persen dari total perokok di AS dan hanya 0,8 persen dari perokok generasi muda AS yang merokok kretek. Sudjadnan mencatat bahwa total perokok menthol di AS mencapai 26 persen, sementara perokok menthol generasi muda AS mencapai 29,7 persen. Keempat, argumentasi tentang keberatan Indonesia juga mengacu kepada perjanjian internasional soal hambatan teknis perdagangan (Technical Barrier to Trade Agreement), yang menentukan bahwa standar dan pengaturan teknis tidak boleh menyebabkan hambatan dalam perdagangan. "Jika RUU ini disetujui, akan terjadi hambatan kuantitaif terhadap perdagangan rokok kretek Indonesia," kata Dubes. Ditentang Lagi Sebenarnya, menurut Sudjadnan, pendekatan-pendekatan yang telah dilakukan Indonesia kepada berbagai pihak di AS telah membuahkan hasil. Ia mengungkapkan dalam suatu sidang dengan pendapat yang dilakukan Senat, misalnya, pernyataan bahwa cengkeh sebagai kandungan rokok yang harus dilarang akhirnya dicabut dalam RUU yang sebelumnya diajukan oleh Senator Edward Kennedy. Namun dalam dengar pendapat pada 1 Agustus 2007, upaya Indonesia untuk menghapus pelarangan cengkeh sebagai kandungan rokok kemudian mendapat tentangan dari Senator Mike Enzi dari Wyoming serta beberapa senator lainnya. Sejumlah asosiasi yang mensponsori RUU tersebut juga tetap menginginkan RUU itu kembali pada versi rancangan semula, yaitu melarang kandungan cengkeh dalam rokok. "KBRI bersama STC akan terus melakukan upaya pendekatan kepada seluruh anggota di komite senat HELP dari kedua partai (Demokrat dan Republik, red) hingga kepentingan Indonesia dapat diakomoasi dalam RUU tersebut," kata Sudjadnan. Tidak hanya melalui Washington, upaya mencegah pelarangan kandungan cengkeh dalam rokok juga dilakukan langsung oleh pemerintah pusat. Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu telah melayangkan surat yang ditandatanganinya pada 28 Agustus 2007 kepada USTR yang menegaskan akan adanya konsekuensi menyangkut pelanggaran peraturan perdagangan WTO jika AS menyetujui RUU tersebut. (*)
Copyright © ANTARA 2007