Jakarta (ANTARA News) - Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Ninik Hariwanti menegaskan bahwa dana kampanye capres-cawapres wajib dicatat dalam pembukuan khusus dana kampanye dan ditempatkan pada rekening khusus dana kampanye pasangan calon.
"Meskipun tidak diberi pembatasan terhadap besarannya (dana kampanye), tetap menjadi tanggung jawab pasangan calon dan tetap harus mencantumkan identitas yang jelas, serta wajib dicatat dalam pembukuan khusus dana kampanye," ujar Ninik di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa.
Ninik mengatakan hal tersebut ketika memberikan keterangan selaku perwakilan Pemerintah dalam sidang uji materi Pasal 326 UU 7/2017 terkait aturan dana kampanye di MK.
Dana kampanye tersebut, baik dari sumbangan perorangan maupun dari perusahaan serta dari pasangan calon yang bersangkutan, tetap termasuk wajib dicatat dalam pembukuan penerimaan dan pengeluaran khusus dana kampanye yang terpisah dari pembukuan keuangan pasangan calon masing-masing, jelas Ninik.
Pembukuan dana kampanye tersebut dimulai sejak tiga hari setelah pasangan calon ditetapkan sebagai peserta pemilu presiden dan wakil presiden dan ditutup tujuh hari sebelum penyampaikan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.
"Termasuk yang harus dibukukan dalam pembukuan dana kampanye adalah semua kontrak dan pengeluaran yang dilakukan sebelum masa yang diatur dalam ketentuan ini, tetapi pelaksanaan dan penggunaannya dilakukan pada saat kampanye," tambah Ninik.
Bahwa pembukuan dana kampanye pemilu akan diaudit oleh kantor akuntan publik dan disampaikan kepada KPU untuk kemudian hasil pemeriksaan dana kampanye pemilu tersebut diumumkan melalui papan pengumuman di KPU dan melalui laman khusus dalam jaringan, jelas Ninik.
"Bahwa peserta pemilu, pelaksanaan kampanye, dan tim kampanye juga dilarang menerima sumbangan dana kampanye pemilu yang berasal dari penyumbang yang tidak jelas indentitasnya, yakni penyumbang yang menggunakan identitas orang lain dan penyumbang yang menurut kewajaran dan kepatutuan tidak memiliki kemampuan untuk memberikan sumbangan sebesar yang diterima oleh pelaksana kampanye," tambah Ninik.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh tiga orang warga negara Indonesia, yaitu Dorel Almir, Abda Khair Mufti, dan Muhammad Hafidz.
Pada sidang pendahuluan, para pemohon menyatakan pihaknya merasa berpotensi akan dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 326 UU Pemilu, terkait tidak adanya pengaturan mengenai batasan pemberian dana kampanye untuk pemilu presiden dan wakil presiden.
Ketiadaan pengaturan batasan pemberian dana kampanye untuk pemilu tersebut dinilai pemohon berpotensi menimbulkan penyumbang yang tidak diketahui asal usulnya (fiktif), dengan cara memberikannya secara langsung kepada salah seorang atau pasangan capres-cawapres atau melalui perantaraan partai politik sehingga berpotensi menimbulkan politik uang.
Oleh sebab itu, para pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan Pasal 326 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dana kampanye untuk pemilu presiden dan wakil presiden yang berasal dari perseorangan mencakup pasangan capres-cawapres tidak boleh melebihi Rp85 miliar, sementara yang berasal dari kelompok mencakup partai politik atau gabungan partai politik tidak boleh melebihi Rp850 miliar.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2018