Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Komite Bangkit Indonesia (KBI), Rizal Ramli, ditetapkan sebagai tersangka kasus unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM yang berujung rusuh 20 Mei 2008 lalu.
"Benar, Rizal Ramli sudah ditetapkan sebagai tersangka," kata Direktur I Keamanan dan Transnasional (Kantramnas) Mabes Polri, Brigjen Badrodin Haiti, di Jakarta, Kamis.
Badrodin Haiti mengatakan penetapan sebagai tersangka sejak Senin (5/1) dengan dasar hasil persidangan terdakwa aksi kerusuhan menolak kenaikan BBM, Ferry Joko Juliantono, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
"Penetapan tersangka sejak Senin 5 Januari 2009, dengan dasar hasil persidangan di PN Jakarta Pusat," katanya.
Ia mengatakan seharusnya Kamis (8/1), Rizal Ramli datang ke Mabes Polri untuk diperiksa tapi yang bersangkutan tidak hadir.
"Menurut info lawyernya sedang keluar kota," katanya.
Sebelumnya dalam persidangan Ferry Joko Juliantono, Rizal Ramli, membantah aliran dana Rp700 juta yang merupakan anggaran KBI, digunakan untuk unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM yang berujung rusuh.
"Uang Rp700 juta tidak ada hubungan dengan demo," katanya saat menjadi saksi terdakwa aksi demo yang berujung rusuh, Ferry Joko Juliantono, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (5/1).
Dalam sidang itu juga, majelis hakim yang dipimpin Andi Makassau menanyakan anggaran Rp700 juta itu berasal dari mana, Rizal Ramli menjawab anggaran dana itu berasal dari kantung pribadinya.
"Anggaran Rp700 juta digunakan untuk KBI dari Oktober 2006 sampai 2008. Kuitansinya ada untuk penginapan dan penerbangan," katanya.
Disamping itu, ia membantah adanya perintah untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap aparat, pencoretan kepada kendaraan saat menggelar aksi unjuk rasa menolak kenaikkan harga BBM.
Ia mengaku bahwa pihaknya hanya meminta dalam perayaan 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional pada 2008, untuk dilakukan kegiatan yang ada gaungnya berbeda dengan kegiatan yang hanya seremonial saja.
"Kita harus merayakan 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional agar ada gaung dan tampak," kata mantan Menko Perekonomian yang dalam sidang itu mengenakan kemeja putih.
Ia juga mengatakan pertemuan di Wisma Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada 24 April 2008, merupakan kegiatan yang ada izinnya.
"Acara itu ada izin dari polisi dan sangat terbuka, kalau aneh, kenapa disiapkan televisi di luar untuk memberikan kesempatan kepada peserta yang tidak bisa masuk ruangan," katanya.
Sekjen Komite Bangkit Indonesia (KBI), Ferry Joko Juliantono, terancam hukuman 12 tahun penjara terkait kasus unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM yang berujung rusuh.
Terdakwa dikenai pasal penghasutan, kekerasan terhadap petugas dan melakukan pembakaran.
Dalam persidangan itu, JPU mendakwa terdakwa dengan delapan pasal KUHP.
Kedelapan pasal yang dikenai itu, yakni, Pasal 160 jo Pasal 55 KUHP, Pasal 160 jo Pasal 55 KUHP, Pasal 214 ayat 2 ke 1 jo Pasal 55 KUHP, Pasal 212 jo Pasal 55 ayat 1 ke-2, Pasal 214 ayat 2 ke-1 jo Pasal 55 KUHP, Pasal 170 ayat 2 ke 1 jo Pasal 55 KUHP, dan Pasal 187 ke-1 jo Pasal 55 ayat 1 ke 2 KUHP.
Dalam persidangan itu, terungkap bahwa terdakwa telah melakukan tindakan penghasutan dalam acara di Wisma Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), mengadakan acara konsolidasi nasional, pemuda, mahasiswa dan aktivis pergeran.
Acara itu dihadiri oleh Ketua Umum KBI, Rizal Ramli, pada 24 April 2008.
"Tema pertemuan itu, Menentukan Jalan Baru Indonesia dengan jumlah peserta sekitar 500 orang," katanya.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009
Bila tuduhan jaksa terbukti?
Uaduuh, duniaku sangat sepi!
Jangan lupa kalkulator yg terlanjur dibeli?
Bisa iseng hitung harga minyak bumi!
Dan jumlah hari yg masih harus dilalui...
..ya, sbg penghuni bui!
Oh, mami, tolong masakin supermi.