Kami melakukan eskavasi itu tidak asal, tapi berdasarkan informasi sejarah yang sudah diberikan oleh masyarakat, baru kita tindak lanjuti untuk gali atau eskavasi.

Jayapura (ANTARA News) - Balai Arkeologi Papua menggelar pameran arkeologi di Saga Mall, Kelurahan Kota Baru, Distrik Abepura, Kota Jayapura, mulai 23 hingga 25 Oktober 2018, guna memperkenalkan benda-benda tinggalan sejarah dan prasejarah kepada masyarakat luas.

Pengelola data arkeologi di Balai Arkeologi Papua Adi Dian Setiawan yang juga ketua panitia pameran di Kota Jayapura, Senin, mengatakan pemeran itu terbuka untuk kalangan umum, tidak dibatasi oleh umur.

"Intinya kegiatan pameran ini untuk menyosialisasikan hasil-hasil penelitian arkeologi di Papua kepada masyarakat luas," katanya didampingi peneliti senior Hari Suroto dan rekan-rekan dari Balai Arkeologi Papua saat menata sejumlah benda yang akan dipamerkan.

Menurut dia, tujuan lainnya dari pameran tersebut untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang pentingnya benda-benda tinggalan sejarah dan prasejarah yang ada di Papua.

"Pameran ini juga untuk menerima informasi dari masyarakat apabila di suatu tempat atau di daerahnya ada potensi tinggalan benda arkeologi yang belum tersentuh sama sekali. Jadi, nanti kita terima informasi dari warga, supaya kedepannya kami bisa tindaklanjuti untuk dilakukan penelitian dan sebagainya," katanya.

Lebih lanjut, alumnus Universitas Gajah Mada ini mengungkapkan benda-benda yang akan dipamerkan diantaranya adalah panel-panel berisi foto-foto dari hasil penelitian di lapangan, artefak-artefak jaman kolonial dan prasejarah.

"Kalau dari zaman kolonial itu ada botol-botol, peluru dan lainnya berupa peninggalan dari masa Perang Dunia II, sedangkan dari zaman prasejarah ada gerabah, tulang, tengkorak, kemudian fosil kerang juga ada," katanya.

Selain itu, lanjut Adi, ada satu unit miniatur kotak eskavasi yang ikut dipamerkan bersama benda-benda sejarah dan prasejarah lainnya.

"Kami ingin menunjukkan bagaimana penelitian arkeologi itu dilakukan, salah satunya adalah dengan metodologi eskavasi untuk mendapatkan data yang masih asli dari dalam tanah," katanya.

Eskavasi, kata dia, adalah metode atau cara mendapatkan data dengan menggali tanah yang diyakini memiliki nilai sejarah atau prasejarah, yang sebelumnya telah mendapatkan informasi sejarah dari warga setempat.

"Kami melakukan eskavasi itu tidak asal, tapi berdasarkan informasi sejarah yang sudah diberikan oleh masyarakat, baru kita tindak lanjuti untuk gali atau eskavasi. Eskavasi itu adalah suatu gambaran bagaimana kita menggali dengan hati-hati menggunakan sejumlah alat pendukung, karena berbeda dengan penggalian yang dilakukan oleh masyarakat biasa," kata Adi.

Senada dengan pernyataan itu, Kepala Balai Arkeologi Papua Gusti Made Sudarmika mengatakan masih banyak penelitian yang dilakukan oleh pihaknya tetapi belum diketahui oleh khalayak luas, sehingga digelarlah pameran tersebut dengan harapan bisa menyebar informasi tentang dunia arkeologi di Papua dan Papua Barat.

"Kalau masyarakat sudah tahu tentang hasil penelitian dan memahami apa itu arkeologi, maka dengan sendirinya ada informasi yang bisa kita dapatkan dan masyarakat bisa membantu melestarikan benda-benda tinggalan sejarah dan prasejarah, karena mereka sudah memahaminya," katanya.

Mengenai tempat pameran, Gusti mengaku bahwa hal itu dilakukan berdasarkan letak lokasi yang dinilai strategis, mudah dijangkau dan ramai dikunjungi oleh warga Jayapura dan sekitarnya.

"Ini sama saja kita gelar ditempat lain, minimal kita cari tempat strategis yang dikunjungi orang, ouput dari suatu pameran itu adalah pengunjung, dengan harapan selain mereka berbelanja, mereka bisa lihat ini. Tapi kami juga lakukan pengambilan pendapat dari sekolah, mahasiswa dan pihak lainnya sebelum menggelar pameran," katanya.*

Baca juga: Arkeolog Papua menemukan gua prasejarah di Sorong

Baca juga: BPCB akan mendata lukisan prasejarah di gua-gua Pulau Kisar

Pewarta: Alfian Rumagit
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018