Jakarta (ANTARA News) - Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi akan melanjutkan pembicaraan mengenai pengelolaan sampah warga ibu kota di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, pada Kamis (25/10) mendatang sebagai tindak lanjut dari pertemuan Senin ini di Balai Kota Jakarta.
"Tadi sudah kita semangati bahwa mulai hari ini rencananya kamis akan bertemu untuk mendetailkannya, tapi intinya semangat kerja bersama, semangat kerjasama tidak berubah sama sekali," kata Anies di Balai Kota, Jakarta, Senin.
Hal tersebut, kata Anies, agar pembangunan Jakarta dan Bekasi dan daerah lainnya itu bisa dibangun dalam sebuah semangat integrasi karena menurutnya memang perekonomian di wilayah ini terintegrasi termasuk warganya.
"Tadi pak walikota cerita porsinya cukup besar presentase penduduk Bekasi yang kalau pagi ke Jakarta dan pada sore hingga malamnya kembali ke Bekasi, sama saja perusahaan-perusahaan banyak yang beroprasi kegiatannya di Bekasi tercatat kantornya di Jakarta. Jadi integrasi itu tinggi karenanya kita rencanakan sama sama hari Kamis kita diskusikan," kata dia.
Sebelumnya, sempat terjadi polemik terkait pengelolaan sampah ibu kota di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang antara Pemprov DKI dan Pemkot Bekasi akibat dana hibah kemitraan yang disebut Pemkot belum dibayarkan sejumlah Rp2,09 triliun yang akan dipergunakan untuk membantu meneruskan proyek pembangunan Flyover atau Jalan Layang Cipendawa, Jalan Layang Rawa Panjang yang akan digunakan sebagai jalur truk sampah dari ibu kota, juga untuk pembebasan lahan Jalan Siliwangi.
Sementara pihak Pemprov sendiri mengaku sudah memenuhi kewajibannya yakni membayarkan dana hibah ke Pemerintah Kota Bekasi untuk kerjasama pemanfaatan lahan Bantargebang yang digunakan sebagai lokasi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) tahun 2018 sebesar Rp194 juta. Sementara, untuk tahun 2019 direncanakan sebesar Rp141 juta.
Tidak bertemunya permasalahan ini berbuntut penahanan belasan truk sampah DKI Jakarta oleh Pemkot Bekasi beberapa hari lalu hingga akhirnya pada Senin ini, dua pemimpin daerah tersebut bertemu dan membicarakan masalah ini di Balai Kota Jakarta.
"Tadi Pak Gubernur sudah jawab, pengajuan kota Bekasi itu bagian dari kemitraan, bagian dari perjanjian, itu adalah sesuatu hal yang berkenaan dengan Pak Gubernur sampaikan tadi, integrasi daerah. Bagaimana membangun daerah itu supaya kalau jalan di kota DKI rasanya A, di kota Bekasi A karena komunitas urbannya juga kan tadi seperti itu, terus berkenaan dengan bantuan hibah, hibah itu kan hanya dalam kata proses pengelolaan keuangan, sebenarnya yang kita minta itu adalah partisipasi karena kita ada kerjasama pengelolaan Bantargebang," kata Walikota Bekasi Rahmat Effendi.
Lebih lanjut, kang Pepen (sapaan akrab Rahmat Effendi) menegaskan permasalahan sampah selama ini karena ada miskomunikasi. Dia juga membantah dengan permasalahan itu ada truk sampah DKI yang ditahan oleh pihaknya.
"Gak ada, semuanya datang ke sana gak ada yang tertahan, yang tertahan itu hanya 12 mobil yang gak punya SIM dan surat-suratnya gak lengkap, itu yang ditahan. yang lainnya itu semua ke TPST Bantargebang," kata Pepen.
Ketika ditanya apakah pihaknya mengharapkan atau menargetkan kapan DKI harus mencairkan dana hibah kemitraan yang dimintanya, Pepen menyebut persoalannya bukan cair atau tidak.
"Tapi persoalannya pertama kita ajukan rasional atau tidak, yang kedua prosesnya. Nah ini tadi yang menjadi kesepahaman, Pak Gubernur dan saya sudah sepakat kalaupun ke depan terus, karena tadi ini adalah persaudaraan kita bangun kerangka lima tahun. kebetulan Gubernur kan baru tahun pertama, saya juga baru tahun pertama. jadi lima tahun ini nanti kita create tahun pertama, tahun kedua dan tahun ketiga sehingga tidak ada lagi terjadi miskomunikasi seperti ini," ucap Pepen.
Kendati demikian, Pepen menyatakan pentingnya dana kompensasi dan dana hibah kemitraan bagi wilayah Kota Bekasi, pasalnya persoalana sampah ini belum selesai sejak beberapa era gubernur, bahkan sebelum keadaan Bantargebang seperti sekarang yang memiliki sekitar 90 ribu jiwa dan masuknya sampah dengan volume 7.000 ton sehari.
"Nah kita menempatkan bantuan itu yang pertama adalah buat infrastruktur lingkungan, terus buat pendidikan, buat kesehatan ya dan sarana prasarana lainnya. Karena itu diatur dalam hak dan kewajiban dan itu meningkat karena tahun 1988-1989 itu penduduk belum sebanyak sekarang dan volume sampah juga tidak sebanyak sekarang," ujar Pepen.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018