Amsterdam (ANTARA News) - Wim Kok, yang lama menjabat sebagai perdana menteri Belanda dan dihormati atas gaya kepemimpinannya yang mengutamakan konsensus, wafat pada Sabtu karena gagal jantung, kata Partai Buruh tempatnya berasal.
Ia meninggal dunia dalam usia 80 tahun, meninggalkan istrinya, Rita, serta tiga anak, demikian seperti dilansir Reuters.
Kok, yang antara 1994 dan 2002 memimpin koalisi dua partai, mengawasi periode pemulihan yang kemudian mengarah pada perkembangan ekonomi kuat.
Ia dikenal luas sebagai arsitek model konsensus tata pemerintahan "daerah pengairan" Belanda, yang di dalamnya para pekerja, perusahaan dan pemerintahan menyepakati reformasi bidang-bidang kunci.
Perdana Menteri Mark Rutte memuji Kok sebagai sosok "yang pertama sebagai menteri keuangan dan kemudian sebagai perdana menteri yang berdiri di atas semua partai politik."
Kok "benar-benar dapat diandalkan, sangat jujur dan selalu punya penyelesaian," kata Rutte dalam pernyataan.
Pada awal kariernya, Kok menempati jabatan-jabatan kunci pada serikat pekerja di negara itu.
Ketika menjabat sebagai perdana menteri, Kok memotong pajak, menerapkan reformasi untuk memberikan tambahan penghasilan bagi tenaga kerja serta mengendalikan pengeluaran.
Kepemimpinannya berlangsung pada masa yang sama dengan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.
Ia juga dianggap sebagai politisi "tiga arah".
Di dunia internasional, Kok menjalankan peranan kunci dalam perundingan-perundingan yang mengarah pada penerapan mata uang tunggal Eropa, euro.
Karier politik Kok berakhir secara dramatis dengan pengunduran diri besar-besaran pada kabinetnya terkait peranan militer Belanda sebagai pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-bangsa di Bosnia.
Menurut penelitian yang dilakukan Institute for War, Holocaust and Genocide Studies Belanda, pemerintahan pimpinan Kok bertanggung jawab atas pengiriman pasukan Belanda, yang dilengkapi dengan persenjataan ringan, untuk mempertahankan Srebrenica, yaitu wilayah aman di Bosnia yang ditetapkan PBB.
Dengan personel dan persenjataan kalah kuat, batalion Belanda tidak berjuang untuk mempertahankan kantong tersebut. Mereka hanya bisa memandang tanpa daya ketika pasukan Serbia Bosnia menyerbu wilayah tersebut dan kemudian membantai 8.000 warga Muslim sipil. Kejadian itu merupakan pembunuhan massal terburuk di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.
Setelah meninggalkan jabatan sebagai perdana menteri, Kok antara lain bergabung dengan Royal Dutch Shell dan ING.
(Uu.T008)
Pewarta: Antara
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018